fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Selasa, 04 Mei 2010

TAKASHI


TAKASHI Takashi adalah seorang pemuda jepang yang berusia 22 tahun. Pemuda lulusan universitas ternama di Jepang ini tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu adik laki-laki. Mereka tinggal di pinggiran kata Tokyo. Kesehariannya selalu disibukkan dengan eksperimen-eksperimen robotnya di laboratorium pribadinya. Dia memang tergolong seorang yang sangat jenius. Berbagai piagam dan banyak piala berjejer di meja yang sepertinya dikhususkan untuk piala dan piagamnya. Sungguh luar biasa kamar tidur pemuda ini. Tidak perlu mengeluarkan banyak keringat atau mungkin tida perlu berkeringat jika beraktivitas di kamarnya. Hanya remot kontrol kecil yang selalu dipegang oleh Takashi. Remot ini dipakainya untuk mengendalikan hampir semua isi kamarnya. Bahkan, untuk membuka jendela saja dia menggunakan remot tersebut. Yang lebih menakjubkan lagi, sepatu yang sehari-hari dipakainya pun bermesin. Dia hanya menekan tombol-tombol yang ada di remot untuk memanggil sepatunya. Seperti layaknya manusia sepatu itu langsung menghampirinya.Walaupun jenius, pemuda ini tidak meninggalkan kebutuhan spiritualnya. Terbukti ia memunyai guru spiritual pribadi. Omada, itulah guru spiritual pribadinya. Dua kali dalam seminggu Takashi mendatangi rumah Omada sang guru untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya. Saat itu materi yang disampaikan oleh guru Omada adalah tentang kematian dan Dewa kematian. ”Takashi, kematian itu tidak bisa kita hindari dan kita tidak bisa mencegah Dewa kematian memisahkan jasad kita dengan ruh,” papar guru Omada. Mendengar perkataan gurunya, Takashi dengan otak jeniusnya bertanya-tanya ketika dalam perjalanan pulang. Sampai di kamarnya pun dia masih teringat kata-kata guru Omada. ”Apa benar yang dikatakan guru Omada bahwa saya tidak bisa mencegah Dwa kematian?” Takashi bertanya pada dirinya sendiri sambil mengendalikan remot untuk memerintah meja yang di atasnya terdapat air minum dan snack untuk mendekatinya. Sambil menikmati makanan ringan, Takashi masih memikirkannya dan terlibat dalam lamunan panjang. ***Pagi-pagi sekali Takashi menuju laboratorium pribadinya untuk mencoba menindaklanjuti perkataan guru Omada. Berbagai peralatan yang ia butuhkan tengah siap di laboratoriumnya. Dia mengingat-ingat perkataan gurunya bahwa Dewa kematian itu tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang. Dewa bersifat gaib. Itulah salah satu yang diingat Takashi dari perkataan Omada. Dengan tolakan itu Takashi berniat membuat kamarnya agar tidak bisa dimasuki oleh Dewa kematian. Ditutupnya segala celah yang ada di dalam kamarnnya. Disini jeniusnya terlihat. Walaupun tidak ada celah sedkitpun, tetapi kamarnya serasa berada di tengah hutan. Sejuknya masih sama seperti sebelumnya. ”Kalau begini, pasti Dewa kematian tidak akan bisa masuk ke dalam kamarku,” gumamnya. Karena terlalu antusiasnya untuk menghindari Dewa kematian, dalam tidur pun Takashi masih membawa keinginannya dalam mimpi. Tengah malam dia terbangun. ”Astaga ! aku mimpi buruk,” kata-kata yang keluar dari mulut Takashi. Tetapi dia yakin sekali kalau Dewa kematian tidak akan bisa masuk dalam kamarnya. Sampai pagi dia tidak melanjutkan tidurnya. Dalam tiga hari terakhir Takashi selalu bermimpi didatangi Dewa kematian. Dia ingin menanyakan hal itu kepada gurunya. Tetapi, dia tidak berani untuk keluar kamar dan akhirnya dia menghubungi Omada via telepon. Takashi menceritakan hal yang dialaminya tiga hari belakangan.Merasa belum ada solusi yang tepat dari gurunya, Takashi berinisiatif untuk memecahkan masalahnya sendiri. Dia berpikir walaupun sudah memasang alat super canggih di dinding kamarnya untuk menghalangi Dewa kematian masuk, dia masih memikirkan bagaimana kalau nanti Dewa kematian meminta tolong kepada Dewa bumi untuk memasuki kamarnya lewat dalam tanah dan menembus kamarnya dengan memecahkan lantai kamarnya yang belum diberinya pengaman. Takashi mulai menjalankan misinya. Dilapisinya seluruh lantai pada kamarnya untuk menghindari masuknya Dewa bumi. Itu pun selesai ia kerjakan. Di lain sisi Takashi juga masih bingung bagaimana mengetahui keberadaan Dewa kematian dan Dewa bumi jika mereka tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Otaknya pun mulai bekerja. Ya itu. Takashi membuat lensa yang bisa menembus alam gaib. Luar biasa. Dipasangnya lensa-lensa tersebut di setiap pojok luar kamarnya dan di depan pintu. Setelah di cobanya, ternyata lensa tersebut berfungsi semua, hanya lensa di depan pintu yang kurang maksimal fungsinya. Tetapi itu sudah cukup bagi Takashi. Malamnya dia menelpon gurunya untuk memberi tahu kegiatannya selama ini. Gurunya hanya bisa diam mendengar paparan Takashi. Gurunya berpikir dimana kejeniusan anak yang selalu dia didik. ”Mengapa kejeniusan itu menjadi kebodohan dan kegilaan?” gurunya bertanya-tanya. Malam harinya Takashi asyik menonton televisi dari dalam kamarnya. Saat itu dia menonton berita yang berisi bahwa seorang profesor telah meninggal karena penyakit yang dideritanya. ”Profesor kok gak bisa buat alat seperti aku,” Takashi mengejek orang yang meninggal itu. Asyik-asyiknya menonton tiba-tiba sesorang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya tanpa suara. Segera Takashi melihat ke layar monitornya untuk mengetahui siapa yang di depan pintunya. Terlihat di layar monitor hanya layar hitam yang memenuhi monitornya. Berdegup kencanglah jantungnya. ”Dewa kematiankah?” gumamnnya. Suara ketukan di depan pintu pun terhenti. Sedikt berkurang kencangnya detak jantung Takashi. Layar monitor yang hitam itu tak lain karena rusaknya lensa yang dipasang di depan pintu. Kembali Takashi melanjutkan acara televisi. Ternyata Takashi lupa mengunci pintu kamarnya. Seseorang masuk dengan diam-diam tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Lalu Takashi dikejutkan dengan teriakan di telinga oleh ibunya. Sentak Takashi bangun dari lamunan panjangnya malam itu. ”Kamu belum tidur, dari tadi ibu ketuk-ketuk pintu kok tidak ada jawaban? Tanya ibunya.”Be...belum bu,” jawabnya singkat sambil sedikit ketakutan mengingat lamunannya tadi.”Kok kamu berkeringat? Padahal kamu Cuma duduk disini dari tadi,” lanjut ibunya.Sambil mengelap keringat dengan lengan bajunya Takashi menjawab pertanyaan ibunya hanya dengan senyuman malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JUJURLAH PADA MEREKA YANG ANDA KASIHI

KALENDER