fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Selasa, 15 Februari 2011

"...dan bintang pun bernyanyi."


“...dan bintang pun bernyanyi.”

“Aila nggak papa kok bang,” balasnya cepat atas pertanyaan kakaknya. Seger Aila keluar kamar. Tampak dari jendela−dia dengan scooter putih dan helm hitamnya segera meninggalkan rumah.
Kakaknya tamapak bingung dengan perubahan Aila dua hari belakangan ini. Entah mengapa dalam dua hari ini−Aila sedikit murung dan yang pasti tak seceria sebelumnya. Aila memang termasuk anak yang supel dan ceria. Sejak lulus SMA satu setengah tahun yang lalu Aila dan kakaknya hanya tinggal berdua. Ayah dan ibu mereka tampak sibuk dengan karirnya. Ya, dengan alasan untuk kebahagiaan anak-anaknya. Ditemani pak Ali dan si Mbak yang membantu mereka di rumah sehari-hari.
Seperti biasa, pagi itu kakaknya menunggu di depan rumah untuk lari pagi bersama. Rutinitas yang jarang terlewat bagi mereka berdua untuk mengelilingi perumahan dan taman sederhana di sekitar rumah mereka.
“berhenti dulu bang, Aila capek.” Seraya mengelap keringat yang ada di dahi dan lehernya Aila duduk di bawah pohon yang ta seberapa besar itu. Sinar matahari menembus dedaunan pohon itu.
“Bang indra bawa minum gak? Aku haus bang.” Ya, tampak kehausannya ketika meneguk setengah air dari botol kecil itu.
“Lanjut yuk!” ajak kakaknya.
Sekira satu jam lebih mereka berlari dan kembali ke rumah. Indra segera menuju belakang rumah dan duduk tepat di pinggir kolam renang. Si Mbak langsung mengantarkan roti dan dua gelas air. Air putih dan air susu.
“Kok disini Mbak, tapi ya udah deh gak papa. Makasih ya Mbak.”
***
“Hey, bang!” Sapa Aila yang sudah rapi.
“Mau kemana? Sini sarapan dulu.” Buru-buru amat.
“Iya bang, ada kuliah pagi nih. Sarapan di kampus aja.” Berlari Aila keluar.
“Ya udah hati-hati.! HEY ! kunci motornya ketinggalan tuh di meja makan.”
“Hehehe, makasih bang. Abang nggak ada kuliah ?” Tanya Aila balik.
“Hari ini kosong. Nanti abang mau beli teropong baru, yang lama udah nggak bagus. Kamu mau titip nggak?” Beranjak Indra dari duduknya.
“emmmm....titip bintang ya bang. Hehehe. Aila berangkat.” Canda dan tawa mengantarkan Aila ke kampus.
“Dasar! Mana ada jualan bintang.” Celetuknya dengan senyum. Mahasiswa semester tujuh ini senang dengan perubahan adiknya. Ia sendiri memang sudah tidak sering ke kampus karena dalam seminggu hanya dua kali kuliah. Tapi, masih tersimpa tanya kenapa adiknya seperti itu. Dugaan demi dugaan ada di otaknya.
***
Memang keseharian Aila tampak ceria. Tapi siapa yang tau denga isi hatinya. Wajah bisa saja dibuat-buat agar menutupi apa yang tersirat di hati. Dibuat senang, padahal sedih. Pun dengan sebaliknya. Teringat dengan sebuah ungkapan “Tatap matanya, maka kau akan mengetahui isi hatinya”. Hah, ungkapan itu lagi. Ada juga yang mengatakan bahwa mata adalah jendela hati. Hati punya jendela ? ya, itu ungkapan. Harus dicerna dengan otak yang tenang untuk dapat mengartikannya. Tidak bisa kita memaknainya hanya dengan logika.
Indra sebagai kakak merasa sangat bertanggung jawab dengan apa yang terjadi dan akan terjadi pada adiknya. Maka dari itu−dia sangat memperhatikan adiknya. Bukan bermaksud untuk mengisolir terlebih membatasi pergaulan dan kreativitas adiknya. Tapi ya sewajarnya perlindungan kakak terhadap adiknya.
***
Malam itu sengaja Indra ingin menanyakan apa yang terjadi pada Aila belakangan ini. Dilihatnya Aila tengah duduk di teras atas dengan headset di telinganya dan gitar ditangan. Tempat favorit Aila selama ini.
“disini juga dek?” dengan membawa teropongnya−Indra mengejutkan Aila.
“Abang ngapain disini? Tumben gak keluar?” tanya Aila kembali.
“Mau liat bintang pake teropong baru.” Tawa mulai menghiasi kakak-adik itu.
Memulai pembicaraan serius, Indra mulai bertanya pada Aila terkait sikapnya belakangan ini yang kadang murung kadang senang. Itu membuat gelisah kakaknya. Aila tampak mulai mengalihkan pembicaraan dan menutupi dengan wajah cerianya. Tapi, ikatan seorang kakak tak bisa dibohongi. Indra yakin ada sesuatu yang terjadi. Kembali Indra menanyakan.
“Udah si dek, cerita aja!”
Aila mulai menghentikan petikan gitarnya. Tampak wajah yang serius mulai muncul. Mulailah Aila bercerita. Ternyata selama ini dia menyukai seorang pria yang ada di kampusnya.
“Udah lama sih bang sukanya.”
Sekarang yang menjadi permasalahan adalah si pria itu tidak mengetahui kalau Aila menyukainya.
“Kenapa nggak ngomong aja?”
“yeeee,,,,ntar malah dikira aku nembak duluan.” Sahut Aila.
“ngatain suka kan buka berarti nembak duluan. Ya kamu nggak harus nyatain langsung ke cowok itu laa. Lewat teman kamu kan bisa.” Wejangan si kakak tampaknya mulai membuka pikiran Aila.
Kembali. Permasalahan muncul lagi. Teman Aila pun juga tak mengetahui kalau dia lagi suka dengan cowok. Ya, seorang yang kita anggap dia ceria dalam kesehariannya ternyata ada suatu yang “unik”. Tak berani curhat tentang perasaannya.
“Kalau si cowok tau kalau kamu suka sama dia kan, siapa tau aja dia juga suka sama kamu. Ya gak?” tambah Indra.
“Terus bang?” Aila mulai hanyut dengan kata-kata Indra. Tapi, tetap saja tangannya memainkan gitar dan bersenandung.
“ya gitu. Daripada kamu sakit nanti kalau ngeliat cowok itu sama cewek lain. Nah lo...”Tegas Indra.
“Iya sih bang, seperti gak nerima aja kalau dia deket cewek lain. Padahal aku bukan siapa-siapanya. hehehe” Balas Aila.
Sejenak terhenti pembicaraan kedua saudara kandung tersebut. Indra yang mulai memainkan teropong bintangnya. Aila asik dengan gitarnya. Sesekali Indra melirik adiknya yang seperti memikirkan sesuatu.
“ehem...ehem....” Indra memecah hening itu.
“Apa sih bang? Ngagetin aja.”
“Jadi?” Tanya Indra.
“Apanya bang?” Tanya Aila polos.
“Yang tadi. Masa udah lupa.” Indra mengingatkan.
“Sip dah bang. Dipertimbangkan sarannya.” Tawa keduanya meramaikan malam.
“yeee,,, pake dipertimbangkan segala. Kaya siapa aja.” Canda Indra.
Keduanya melanjutkan canda.
“liat apa bang?” Tanya Aila yang sedang memainkan gitarnya.
“Tuh bintangnya bagus banget.” Balas Indra serius.
“Bagus suaraku lah bang.” Kembali Aila membuka canda.
“Bagus bintangnya dong...” balas Indra.
“Aku bisa nyani, bintang?” pertanyaan canda Aila keluar.
“Iya dehhhh. Apa sih yang nggak” Abangnya mengalah.
Memang kita tak bisa lepas dari hukum alam. Manusia makhluk sosial yang butuh saran dari orang lain. Kakaknya pun bisa jadi solusi “curhat” Aila. Aila sekarang lebih terbuka masalah hati. Tapi, ya seperti biasa. Senyum menghiasi hari-hari Aila entah dengan hati yang senang atau sedih.
Keduanya pun melanjutkan malam. Indra yang asik melihat bintang dengan teropong barunya dan dihibur Aila yang bernyanyi dengan petikan gitarnya. Ya, “...dan bintang pun bernyanyi.”


Note:
Simple short story yang dibuat atas inspirasi beberapa hari ini. Hahaha
“...’ve a nice day.”

copyright : mohammadridwan <150211>

Senin, 07 Februari 2011

Keluarga Batrasia 2008




KETIKA KEBERSAMAAN ITU ADA.

KALENDER