fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Minggu, 16 Januari 2011

Rabu, 12 Januari 2011

‘Injury Time’ bukan Perpanjangan Waktu


‘Injury Time’ bukan Perpanjangan Waktu

tinggalkan komentar »

Di berbagai acara siaran langsung pertandingan sepak bola, kata injury time sering kita dengar. Sebagian orang, bahkan mungkin sebagian besar, mengartikan injury time sebagai perpanjangan waktu. Perpanjangan waktu dilakukan sebagai pengganti waktu yang “hilang” akibat tertundanya permainan berupa pelanggaran-pelanggaran atau peristiwa lain yang mengganggu pertandingan.

Kata injury time merupakan kata gabungan injury dan time, yang secara harfiah diartikan tambahan waktu sebuah permainan/pertandingan diberikan sebagai bentuk kompensasi atas pemain yang cedera atau gangguan tertentu selama pertandingan berlangsung. Untuk itulah, kata injury time tidak tepat diartikan dengan kata perpanjangan waktu melainkan kata tambahan waktu.

Frasa “perpanjangan waktu” merupakan gabungan kata: perpanjangan dan waktu. Kata “perpanjangan” berasal dari kata dasar panjang yang berarti “tidak pendek” atau “berjarak jauh” dan kata perpanjangan berarti ‘ perihal memperpanjang, sedangkan kata “waktu” berarti “keadaan tertentu”, “seluruh rangkaian saat ketika proses, atau “saat”. Dengan demikian, kata perpanjangan waktu berarti suatu keadaan tertentu yang dipanjangkan. Persoalannya, apakah waktu dapat dipanjangkan? Rasa-rasanya, tidak ada waktu yang bisa dipanjangkan.

Bagaimana dengan tambahan waktu? Frasa “tambahan waktu” terdiri atas kata tambahan yang berarti yang ditambahkan (dibubuhkan), imbuh, tokok, atau ekstra. Kalau tambahan waktu dapat diartikan suatu keadaan tertentu (waktu) yang ditambahkan.

Kata “perpanjangan waktu” juga merambah dunia politik. Sebuah koran, misalnya, menulis kalimat “Menurut KPUD perpanjangan waktu sosialisasi calon wali kota (kampanye) hanya tiga hari”. Kalimat itu dapat diartikan dengan “Menurut KPUD tambahan waktu sosialisasi calon wali kota hanya tiga hari”.

Bagaimana dengan kata waktu habis? Mungkinkah waktu itu bisa habis? Kalau itu terjadi, itu artinya dunia telah kiamat! Sebab, tidak ada lagi waktu untuk kita hidup di dunia ini. Perlu kiranya kita jadikan perhatian bahwa waktu tidak pernah habis. Waktu akan selalu ada. Yang mungkin hilang adalah kesempatan, peluang, atau keluasan. Setidaknya, agar kita tidak salah kaprah, kata waktu habis dapat digantikan dengan kata/istilah kesempatan habis, peluang habis, atau keluasan habis.

Selain itu, acap kita jumpai kata/istilah mencari waktu. Misalnya “Kita mencari waktu yang bagus, pernikahan ini sangat sakral”. Kata/istilah “mencari waktu” terlihat janggal dan salah kaprah. Kata/istilah waktu merupakan salah satu kata yang abstrak, pada umumnya kata/istilah yang abstrak tidak dapat digambarkan secara pasti dan kuantitatif. Karena waktu tidak pernah hilang, sembunyi, atau pergi. Artinya, kata waktu itu tidak perlu dicari, ditunggu atau diikat. Waktu bukanlah sebangsa binatang, yang bisa makan, lari atau mati. Seharusnya kalimat itu diganti: “Kita akan mencari kesempatan yang bagus, pernikahan ini sangat sakral”.

Begitu juga dengan kata/istilah main waktu dan waktu hilang, atau ngaret yang digunakan kurang tepat. Apakah ini sudah menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi budaya? Rasa-rasanya kita tak bisa enjoy aja! Persoalan kata, persoalan yang berkait dengan nilai rasa dan citra. Semakin halus bahasa, semakin tinggi peradabannya.

copy by http://kbplpengkajian.wordpress.com/2010/05/05/%E2%80%98injury-time%E2%80%99-bukan-perpanjangan-waktu/

URUGUAY ingin SYANSIR ALAM


Uruguay berniat menaturalisasi pemain muda Indonesia, Syamsir Alam. Meski baru sebatas wacana, bukan tidak mungkin hal itu terlaksana.

Manajer Sociedad Anonima Deportiva (SAD), Demis Djamaoeddin, mengungkapkan hal tersebut setelah mendengar langsung wacana naturalisasi itu dari kuasa hukum SAD. Syamsir yang dilahirkan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, merupakan salah satu pemain yang berlatih selama tiga tahun bersama SAD di Uruguay.

"Pemerintah Uruguay memang memiliki wacana menaturalisasi pemain asing yang sudah tiga tahun berkompetisi di Uruguay," kata Demis, Selasa (11/1/2011).

Demis menambahkan, ada 15 pemain yang sudah mengikuti kompetisi SAD selama tiga tahun termasuk Syamsir Alam. Berdasarkan ketentuan setempat, pemain-pemain tersebut bisa dinaturalisasi oleh Uruguay. "Ini masih wacana. Soal Syamsir terlalu dini. Saat tiba di Uruguay, saya akan berbicara dengan pihak Federasi Uruguay," jelas Demis.

"Kalau pendapat pribadi, naturalisasi merupakan hak pemain. Pokoknya terserah kepada pemain," lanjut Demis.

Saat ini PSSI telah membentuk tim SAD Indonesia untuk program Uruguay Project 2011. Tim ini akan dibagi dalam dua kelompok yakni SAD usia di bawah 19 tahun (U-19) dan di bawah 17 tahun (U-17). SAD U-19 akan berlaga di kompetisi Cuarta, sedangkan SAD U-17 akan mengikuti kompetisi Quinta. Kedua kompetisi tersebut akan bergulir mulai 17 Februari mendatang.

KALENDER