fb_like_box { -moz-border-radius:5px 5px 5px 5px; border-radius:10px; background:#f5f5f5; border:1px dotted #ddd; margin-bottom:10px; padding:10px; width:500px; height:20px; }

Minggu, 03 Mei 2009

kumpulan Kata-kata motivasi

1. Setiap momen yang hebat menawan dalam sejarah dunia adalah kemenangan dari antusiasme (Ralph Waldo Emerson)
2. Ketika seorang samurai sejati berperang, dia mempersiapkan diri untuk mati, tetapi yang sering terjadi justru musuhnya yang mati (Anonymous)
3. Lakukan apa saja yang kamu anggap benar, karena apapun yang anda lakukan juga akan dikritik. Anda akan dikutuk juga jika tidak melakukannya (Roosevelt)
4. Tidak ada kesuksesan sejati tanpa penolakan. Semakin banyak penolakan yang ada, semakin unggul, semakin banyak belajar, dan semakin dekat dengan harapan anda (Anthony Robbins)
5. Satu-satunya orang yang tidak membuat kesalahan ialah orang yang tidak berbuat apa-apa. Jangan takut kepada kesalahan, selama anda tidak mengulangi kesalahan yang sama (Roosevelt)
6. Tiap orang mempunyai bakat. Apa yang kurang adalah keberanian untuk mengantar bakat ketempat gelap yang dituju (Enica Jang)
7. Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki (Mahatma Gandhi)
8. Kesuksesan itu suatu perjalanan, bukan tempat tujuan;separuh dari kesenangan terdapat ditengah perjalanan menuju kesana (Gita Bellin)
9. Jika anda tidak mengalami kegagalan dan pahitnya kegagalan, anda tidak dapat manisnya kesuksesan (Sri Dhamananda Nayake)
10. Belajar dari kegagalan adalah cara meraih kesuksesan. Tidak pernah gagal berarti tidak pernah menang (Sri Dhamananda Nayake)
11. Seandainya bisa, saya akan berdiri disudut yang ramai dan mengemis kepada orang-orang agar melemparkan kepada saya semua waktu yang mereka buang-buang (Bernard Berenson)
12. Jangan takut kepada kesempurnaan.. Anda tidak akan bisa mencapainya (Salvator Dali)
13. Seseorang akan diam saja jika dia menunggu sampai bisa melakukannya dengan baik, sehingga tidak ada seorangpun yang akan bisa menemukan kesalahan (Kardinal John H Newman)
14. Orang serba rapi mati-matian merapikan segala-galanya membuat saya ngeri ; museum adalah tempat paling rapi yang dipenuhi dengan banyak benda mati (St.John Ervine)
15. Dia yang menerima nasehat kadang-kadang lebih unggul daripada orang yang memberikan nasehat (Karl Ludwig Von Knebel)
16. Orang yang sukses adalah orang yang bisa membangun landasan yang kuat dengan batubata yang dilemparkan orang lain kepadanya (David Brinkley)
17. Saya belum pernah mendengar siapapun yang tersandung ketika sedang duduk. Karena itu jalanlah terus meski anda tersandung dan jangan berhenti (Charles Kettering)
18. Keunggulan adalah melakukan hal biasa dengan cara yang tidak biasa (Booker T Washington)
19. Anda mungkin kecewa kalau gagal, tetapi nasib buruk anda sudah dipastikan kalau anda tidak mencoba (Beverley Hills)
20. Temukan apa yang paling suka anda lakukan dan dapatkan seseorang yang akan membayar anda untuk itu (Katherine Whitehorn)
21. Kegagalan ini bukanlah karena jatuh, tetapi karena tidak mau bangkit kembali (Mary Pickford)
22. Anda harus melakukan hal yang anda pikir tidak dapat anda lakukan (Eleanor Roosevelt)
23. Jika anda maju dengan penuh keyakinan menuju impian dan berusaha menghayati kehidupan yang dibayangkannya, anda akan bertemu dengan keberhasilan yang tidak terduga-duga (Henry D Thoreau)
24. Tidak ada angin yang dapat membantu mereka yang tidak memiliki penentu arah (Michel De Montaigne)
25. Saya belum pernah menerima gagasan yang siap pakai sama seperti menerima pakaian yang siap pakai, mungkin karena saya tidak bisa menjahit ; tapi saya bisa berpikir (Jane Rule)

Kamis, 30 April 2009

CERPEN LANGIT MAKIN MENDUNG KARYA KI PANJI KUSMIN

LANGIT MAKIN MENDUNG
(Majalah Sastra, Th. VI. No. 8, Edisi Agustus 1968 / Sumber: Dok. PDS H.B Jassin)

Lama-lama mereka bosan juga dengan status pensiunan nabi di sorga loka. Petisi dibikin, mohon (dan bukan menuntut) agar pensiunan-pensiunan diberi cuti bergilir turba ke bumi, yang konon makin ramai saja.
"Refreshing sangat perlu. Kebahagiaan berlebihan justru siksaan bagi manusia yang bisa berjuang. Kami bukan malaikat atau burung perkutut. Bibir-bibir kami sudah pegal dan kejang memuji kebesaranMu; beratus tahun tanpa henti."
Membaca petisi para nabi, Tuhan terpaksa menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir pada ketidakpuasan di benak manusia….Dipanggil penanda-tangan pertama: Muhammad dari Madinah, Arabia. Orang bumi biasa memanggilnya Muhammad S.A.W.
"Daulat, ya Tuhan."
"Apalagi yang kurang di sorgaku ini? Bidadari jelita berjuta, sungai susu, danau madu. Buah apel emas, pohon limau perak. Kijang-kijang platina, burung-burung berbulu intan baiduri. Semua adalah milikmu bersama, sama rasa sama rata!"
"Sesungguhnya bahagia lebih dari cukup, bahkan tumpah ruah melimpah-limpah."
"Lihat rumput-rumput jamrud di sana, bunga-bunga mutiara bermekaran."
"Kau memang maha kaya. Dan manusia alangkah miskin, melarat sekali."
"Tengok permadani sutera yang kau injak. Jubah dan sorban cashmillon yang kau pakai. Sepatu Aladdin yang bisa terbang. Telah kuhadiahkan segala yang indah-indah!"
Muhammad tertunduk, terasa betapa hidup manusia hanya jalinan-jalinan penyadong sedekah dari Tuhan. Alangkah nista pihak yang selalu mengharap belas kasihan. Ia ingat waktu sowan ke sorga dulu dirinya hanya sekeping jiwa telanjang.
"Apa sebenarnya kau cari di bumi? Kemesuman, kemunafikan, kelaparan, tangis dan kebencian sedang berkecamuk hebat sekali."
"Hamba ingin mengadakan riset." jawabnya lirih.
"Tentang apa?"
"Akhir-akhir ini begitu sedikit umat hamba yang masuk sorga."
"Ah, itu kan biasa. Kebanyakan mereka dari daerah tropis kalau tak salah?"
"Betul, Kau memang Maha Tahu."
"Kemarau lewat panjang di sana. Terik matahari terlalu lama membakar otak-otak mereka yang bodoh " kata Tuhan sambil meletakkan kacamata model kuno dari emas yang diletakkannya di atas meja yang terbuat dari emas pula.
"Bagaimana, ya Tuhan?"
"Umatmu banyak kena tusukan sinar matahari. Sebagian besar berubah ingatan, lainnya pada mati mendadak."
"Astaga! Betapa nasib mereka kemudian?"
"Yang pertama asyik membadut di rumah-rumah gila."
"Dan yang mati?"
"Ada stempel Kalimat-Syahadat dalam paspor mereka. Terpaksa raja iblis menolak memberikan visa neraka untuk orang-orang malang itu."
"Heran, tak pernah mereka mohon suaka ke sini!" (kening sedikit mengerut)
"Tentara neraka memang telah merantai kaki-kaki mereka di batu nisan masing-masing."
"Apa dosa mereka gerangan? Betapa malang nasib umat hamba, ya Tuhan!"
"Jiwa-jiwa mereka kabarnya mambu Nasakom. Keracunan Nasakom!"
"Nasakom? Racun apa itu, ya Tuhan? Iblis laknat mana meracuni jiwa mereka?"
Muhammad S.A.W nampaknya gusar sekali. Sambil tinjunya mengepal ia memberi perintah,
"Usman, Umar dan Ali! Asah pedang kalian tajam-tajam!"
Tuhan hanya mengangguk-angguk, senyum penuh pengertian penuh kebapaan.
"Carilah sendiri fakta-fakta yang otentik. Tentang pedang-pedang itu kurasa sudah kurang laku di pasar loak pelabuhan Jeddah. Pencipta Nasakom sudah punya bom atom, kau tahu!"
"Singkatnya, hamba diizinkan turba (turun ke bawah- red )ke bumi?"
"Tentu saja. Mintalah surat jalan pada Soleman yang bijak di sekretariat. Tahu sendiri, dirasai polisi-polisi dan hansip paling sok iseng, gemar sekali ribut-ribut perkara surat jalan."
"Tidak bisa mereka disogok?"
"Tidak, mereka lain dengan polisi dari bumi. Bawalah Jibrail serta supaya tak sesat!"
"Daulat, ya Tuhan." kata Muhammad sambil bersujud penuh sukacita.

***
Sesaat sebelum mereka berangkat sorga sibuk sekali. Timbang terima jabatan ketua kelompok grup muslimin di sorga telah ditandatangani naskahnya. Abu Bakar tercantum sebagai pihak penerima. Dan masih banyak lainnya.
"Wahai yang terpuji, jurusan mana yang paduka pilih?" Malaikat Jibrail bertanya dengan takzim.
"Ke tempat jasadku diistirahatkan; Madinah, kau ingat? Ingin kuhitung jumlah musafir-musafir yang ziarah. Disini kita hanya kenal dua macam angka, satu dan tak terhingga."
Seluruh penghuni sorga menghantar ke lapangan terbang. Lagu-lagu padang pasir terdengar merayu-rayu, tapi tanpa tari perut dan bidadari. Entah dengan berapa juta lengan Muhammad S.A.W harus berjabat tangan. Nabi Adam a.s sebagai pinisepuh tampil depan mikropon. Dikatakan bahwa penurbaan Muhammad merupakan lembaran baru dalam sejarah manusia. Besar harapan akan segera terjalin saling pengertian yang mendalam antara penghuni sorga dan bumi.
"Akhir kata Saudara-saudara, hasil peninjauan on the spot oleh Muhammad S.A.W harus dapat dimanfaatkan secara maksimal nantinya. Ya, Saudara-saudara kita di bumi melawan rongrongan iblis-iblis neraka beserta antek-anteknya. Kita harus bantu mereka dengan doa-doa dan sumbangan-sumbangan pikiran yang konstruktif agar mereka semua mau ditarik ke pihak Tuhan; sekian. Selamat jalan Muhammad! Hidup persatuan Rakyat Sorga dan Bumi!"
"Ganyang!!!" (Berjuta suara menyahut serempak).
Muhammad segera naik ke punggung buraq – kuda sembrani yang dulu jadi tunggangannya waktu ia mi’raj. Secepat kilat buraq terbang ke arah bumi dan Jibrail yang sudah tua terengah-engah mengikuti di belakang. Mendadak, sebuah sputnik melayang di angkasa hampa udara.
"Benda apa di sana?" tanyanya keheranan.
"Orang bumi bilang sputnik! Ada tiga orang di dalamnya, ya Rasul."
"Orang? Menjemput kedatanganku?" (Gembira)
"Bukan, mereka justru rakyat negara kapir terbesar di bumi. Pengikut Marx dan Lenin yang ingkar Tuhan. Tapi pandai-pandai otaknya."
"Orang-orang malang. Semoga Tuhan mengampuni mereka. Aku ingin lihat orang-orang kapir itu dari dekat. Ayo buraq!"
Buraq melayang deras menyilang arah sputnik mengorbit. Dengan pedang apinya Jibrail memberi isyarat sputnik berhenti sejenak. Namun, sputnik Rusia memang tidak ada remnya. Tubrukan tak dapat dihindarkan lagi. Buraq beserta sputnik hancur jadi debu; tanpa suara, tanpa sisa. Kepala-kepala botak di lembaga aeronautic di Siberia bersorak gembira.
"Diumumkan bahwa sputnik Rusia berhasil mencium planet tak dikenal. Ada sedikit gangguan komunikasi…" terdengar siaran radio Moskow.
Muhammad dan Jibrail terpental ke bawah. Mujur mereka tersangkut di gumpalan awan yang empuk bagai kapas.
"Sayang-sayang. Neraka bertambah tiga penghuni lagi." Bisik Muhammad sedih. Sejenak dilontarkan pandangannya ke bawah. Hatinya tiba-tiba berdesir ngeri.
"Jibrail, neraka lapis ke berapa di sana gerangan?"
"Paduka salah duga. Di bawah kita bukan neraka tapi baigan bumi yang paling durhaka, Jakarta namanya. Ibu kota sebuah negeri dengan seratus juta rakyat yang malas dan bodoh. Tapi ngakunya sudah bebas buta huruf."
"Tak pernah kudengar nama itu. Mana lebih durhaka, Jakarta atau Sodom dan Gomorah?"
"Hampir sama."
"Ai, hijau-hijau di sana bukankah warna api neraka?"
"Bukan, Paduka! Itulah barisan sukwan dan sukwati guna mengganyang negara tetangga, Malaysia."
"Adakah umatku di Malaysia?"
"Hampir semua, kecuali Cinanya tentu."
"Kalau begitu, kapirlah bangsa di bawah ini!"
"Sama sekali tidak, 90% dari rakyatnya orangnya Islam juga."
"90% (sambil wajah Nabi berseri), 90 juta ummatku! Muslimin dan muslimat tercinta. Tapi tak kulihat masjid yang cukup besar. Di mana mereka bersembahyang Jum’at?"
"Soal 90 juta hanya menurut statistik bumiawi yang ngawur. Dalam catatan Abu Bakar di sorga, mereka tak ada sejuta yang betul-betul Islam!"
"Aneh! Gilakah mereka?"
"Memang aneh!"
"Ayo Jibrail, segera kita tinggalkan tempat terkutuk ini. Aku selalu rindu kepada Madinah!"
"Tidak inginkah paduka menyelidiki sebab-sebab keanehan itu?"
"Tidak, tidak di tempat ini. Rencana risetku di Kairo."
"Sesungguhnya Paduka nabi terakhir, ya Muhammad?"
"Seperti telah tersurat di kitab Allah." Sahutnya dengan rendah hati.
"Tapi bangsa di bawah sana telah menabikan orang lain lagi."
"Apa peduliku dengan nabi palsu?"
"Umat Paduka hampir takluk pada ajaran nabi palsu: Nasakom!"
"Nasakom, jadi tempat inilah sumbernya. Kau bilang umatku takluk, nonsens!"
"Ya, Islam terancam. Tidakkah Paduka prihatin dan sedih?"
(Terdengar suara iblis, disambut tertawa riuh rendah)
Nabi tengadah ke atas.
"Sabda Allah tak akan kalah. Betatapun Islam, ia ada dan tetap ada walau bumi hancur sekalipun!"
Suara nabi mengguntur dahsyat, menggema di bumi; di lembah-lembah, di puncak-puncak gunung, kebun karet dan berpusat-pusat di laut lepas. Gaungnya terdengar sampai ke sorga disambut takzim ucapan serentak :
"Aamin, amin, amin."
Neraka guncang. Iblis-iblis gemetar menutup telinga. Guntur dan cambuk petir bersahut-sahutan.
"Baiklah, mari kita berangkat ya, Rasulullah!"
Muhammad tak hendak beranjak dari awan tempatnya berdiri. Hatinya bimbang pedih dan dukacita. Wajahnya gelap, segelap langit mendung di kiri kanannya. Jibrail menatap penuh tanda tanya, namun tak berani bertanya.
Musim hujan belum datang-datang juga. Di Jakarta banyak orang kejangkitan influenza, pusing-pusing dan muntah-muntah. Naspro dan APC sekonyong-konyong melonjak harga. Jangan dikata lagi pil vitamin C dan ampul penstrip. Kata orang sejak pabriknya diambil alih bangsa sendiri, agen-agen naspro mati kutu. Hanya apotik-apotik Cina dan tukang catut orang dalam leluasa mencomot jatah lewat jalan belakang.
Koran sore Warta Bhakti menulis: di Bangkok 1000 orang mati kena flu tapi terhadap flu Jakarta Menteri Kesehatan bungkam. Paginya Menteri Kesehatan yang tetap bungkam dipanggil menghadap Presiden alias PBR (Pemimpin Besar Revolusi).
"Zeg, Jenderal. Flu ini bikin orang mati apa tidak?"
"Tidak, Pak. Komunis yang berbahaya, pak."
"Ah, kamu. Komunisto phobi ya?"
Namun, meski tak berbahaya flu Jakarta tak sepandai polisi-polisinya, flu tak bisa disogok, serangannya membabi buta tidak pandang bulu. Mulai dari pengemis-pelacur-Nyonya Menteri-sampai Presiden diterjang semna-mena. Pelayan istana geger. Menko-Menko menarik muka sedih dan pilu, Panglima terbalik petnya karena gugup menyaksikan sang PBR muntah-muntah seperti perempuan bunting muda.
Sekejab mata dokter-dokter dikerahkan, kawat telegram sibuk minta hubungan rahasia ke Peking:
"Mohon segera dikirim tabib-tabib Cina yang kesohor, pemimpin besar kami sakit keras. Mungkin sebentar lagi mati."
Kawan Mao di singgahsananya tersenyum-senyum. Dengan wajah penuh welas asih ia menghibur kawan seporos yang sedang sakratul maut.
"Semoga lekas sembuh. Bersama ini rakyat Cina mengutus beberapa tabib dan dukun untuk memeriksa penyakit Saudara. Terlampir obat kuat akar Jinsom umur 1000 tahun. Tanggung manjur. Kawan nan setia: tertanda Mao."
(Pada tabib-tabib ia titipkan pula sedikit oleh-oleh untuk Aidit.)
Rupanya berkat khasiat obat kuat si sakit berangsur-angsur sembuh. Sebagai orang beragama tak lupa mengucap syukur pada Tuhan yang telah mengkaruniai seorang sahabat sebaik kawan Mao. Pesta diadakan. Tabib-tabib Cina dapat tempat duduk istimewa. Untuk sejenak tuan rumah lupa agama, hidangan daging babi dan kodok ijo disikat tandas-tandas. Kiai-kiai yang hadir tersenyum-senyum kecut.
"Saudara-saudara, pers Nekolim gembar-gembor, katanya Soekarno sedang sakit keras. Bahkan hampir mati katanya. (hadirin tertawa mentertawakan kebodohan Nekolim). Wah, Saudara-saudara. Mereka itu selak kemudu-mudu (keburu jamuran/keburu nunggu sampai berjamur-red) melihat musuh besarnya mati. Kalau Soekarno mati mereka pikir Indonesia akan gampang digilas, mereka kuasai seenak udelnya sendiri, seperti negerinya Tengku.
Padahal, (sambil menunjuk dada) lihat badan saya, Saudara-saudara! Soekarno tetap segar bugar. Soekarno belum mau mati, kataku. (tepuk tangan gegap gempita, tabib-tabib Cina tak mau ketinggalan) Insya Allah, saya belum mau menutup mata sebelum pojok Nekolim Malaysia hancur lebur jadi debu!" (tepuk tangan lagi)
Acara bebas dimulai. Dengan tulang-tulangnya yang sudah tua Presiden menari lenso bersama gadis-gadis daerah Menteng yang spesial diundang. Patih-patih dan Menteri tak mau kalah gaya. Tinggal para hulubalang cemas melihat Panglima Tertinggi bertingkah seperti anak kecil urung disunat.
Dokter pribadinya berbisik,
"Tak apa. Baik buat ginjalnya. Biar kencing batu PJM tidak kumat-kumat."
"Menyanyi! Menyanyi, dong Pak!" (gadis-gadis merengek)
"Baik, baik. Tapi kalian yang mengiringi, ya!" (sambil bergaya burung onta)
Siapa bilang Bapak dari Blitar
Bapak ini dari Prambanan
Siapa bilang rakyat kita lapar.
Malaysia yang kelaparan…!
Mari kita bergembira! (Nada-nada sumbang bau aroma champagne).
Di sudut gelap istana tabib Cina berbisik-bisik seorang Menteri,
"Gembira sekali nampaknya dia."
"Itu tandanya hampir mati."
"Mati?"
"Ya, mati. Paling tidak lumpuh. Kawan Mao berpesan sudah tiba saatnya."
"Tapi kami belum siap."
"Kapan lagi? Jangan sampai keduluan klik Nasution."
"Tunggu saja tanggal mainnya!"
"Nah, sampai ketemu lagi!" (Tabib Cina tersenyum puas.)
Mereka berpisah.
Mendung makin tebal di langit, bintang-bintang bersinar guram (berpendar-red) satu-satu. Pesta diakhiri dengan lagu langgam Kembang Kacang yang dibawakan nenek-nenek kisut 68 tahun.
"Kawan lama Presiden." (bisik orang-orang)
Tamu-tamu permisi pamit. Perut kenyangnya mendahului kaki-kaki setengah lemas. Beberapa orang muntah-muntah mabuk di halaman parkir…Sendawa mulut mereka berbau alkohol. Sebentar-sebentar kiai mengucap ‘alhamdulillah’ secara otomatis.
Menteri-menteri pulang belakangan bersama gadis-gadis, cari kamar sewa. Pelayan-pelayan sibuk kumpulkan sisa-sisa makanan buat oleh-oleh anak istri di rumah. Anjing-anjing istana mendangkur kekenyangan-mabuk anggur Malaga. Pengemis-pengemis di luar pagar istana memandang kuyu, sesali nasib kenapa jadi manusia dan bukan anjing!
***
Desas-desus Soekarno hampir mati-lumpuh cepat menjalar dari mulut ke mulut. Meluas seketika, seperti loncatan api di kebakaran gubuk-gubuk gelandangan di atas tanah milik Cina. Sampai juga ke telinga Muhammad dan Jibrail yang mengubah diri jadi sepasang burung elang. Mereka bertengger di puncak menara emas bikinan pabrik Jepang. Pandangan ke sekeliling begitu lepas-bebas.
"Allahuakbar, nabi palsu hampir mati." Kata Jibrail sambil mengepakkan sayap.
"Tapi ajarannya tidak. Nasakom bahkan telah mengoroti jiwa prajurit-prajurit. Telah mendarah daging pada sebagian kiai-kiaiku." Kata Muhammad sambil mendengus kesal.
"Apa benar yang Paduka risaukan?"
"Kenapa kau pilih bentuk burung elang ini dan bukan manusia? Pasti kita akan dapat berbuat banyak untuk ummatku!"
"Paduka harap ingat; di Jakarta setiap hidung harus punya kartu penduduk. Salah kena garuk razia gelandangan!"
"Lebih baik sebagai ruh, bebas dan aman."
"Guna urusan bumi wajib kita jadi sebagian dari bumi."
"Buat apa?"
"Agar kebenaran tidak telanjang di depan kita."
"Tapi tetap di luar manusia?"
"Ya, untuk mengikuti gerak hati dan pikiran manusia justru sulit bila satu dengan mereka."
"Aku tahu!"
"Dan dalam wujud yang sekarang mata kita tajam. Gerak kita cepat!"
"Ah, ya. Kau betul, Tuhan memberkatimu jibrail. Mari kita keliling lagi. Betatapun durhaka kota ini mulai kucintai."
Sepasang elang terbang di udara senja Jakarta yang berdebu menyesak dada dan hidung mereka tercium asap knalpot dari beribu mobil. Diatas Pasar Senen tercium bau timbunan sampah menggunung, busuk dan mesum. Kemesuman makin keras terbau di atas Stasiun Senen. Penuh ragu Nabi hinggap di atas gerbong-gerbong kereta daerah planet.
Pelacur-pelacur dan sundal asyik berdandan. Bedak penutup bopeng, gincu merah murahan dan pakaian pengantin bermunculan. Di bawah gerbong beberapa sundal tua mengerang-lagi palang merah-kena raja singa. Kemaluannya penuh borok, lalat-lalat pesta menghisap nanah. Senja terkapar menurun diganti malam bertebar bintang di sela-sela awan. Pemuda tanggung masuk kamar mandi berpagar sebatas dada, cuci lendir. Menyusul perempuan gemuk penuh panu di punggung, kencing dan cebok. Sekilas bau jengkol mengambang. Ketiak berkeringat amoniak, hasil main akrobat di ranjang reot.
Di kamar lain, bandot tua asyik main pompa di atas perut perempuan muda 15 tahun. Si perempuan tak acuh dihimpit, sibuk cari tuma dan nyanyi lagu melayu. Hansip repot-repot mengontrol, cari uang rokok.
"Apa yang Paduka renungkan?"
"Di negeri dengan rakyat Islam terbesar, mereka begitu bebas berbuat cabul!" (menggelengkan kepala).
"Mungkin pengaruh ajaran Nasakom! Sundal-sundal juga soko guru revolusi," kata si Nabi palsu.
"Ai, binatang hina yang melata. Mereka harus dilempari batu sampai mati. Tidakkah Abu Bakar, Umar dan Usman teruskan perintahku pada kiai-kiai disini? Berzina, langkah kotor bangsa ini. Batu mana batu!"
"Batu-batu mahal disini. Satu kubik dua ratus rupiah, sayang bila hanya untuk melempari pezina-pezina. Lagipula…."
"Cari di sungai dan di gunung-gunung!"
"Batu-batu di seluruh dunia tak cukup banyak guna melempari pezina-pezinanya. Untuk dirikan mesjid saja masih saja kekurangan. Paduka lihat?"
"Bagaimanapun tak bisa dibiarkan!" (Nabi merentak).
"Sundal-sundal diperlukan di negeri ini ya, Rasul."
"Astaga! Sudahlah Iblis menguasai dirimu Jibrail?"
"Tidak Paduka, hamba tetap sadar. Dengarlah penuturan hamba. Kelak akan lahir sebuah sajak, begini bunyinya :
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Naikkan tarifmu dua kali
dan mereka akan kelabakan
mogoklah satu bulan
dan mereka akan puyeng
lalu mereka akan berzina
dengan istri saudaranya
"Penyair gila! Cabul!"
"Kenyataan yang bicara. Kecabulan terbuka dan murah justru membendung kecabulan laten di dada-dada mereka. (Muhammad membisu, wajah muram durja). Di depan toko buku Remaja suasana meriak kemelut, ada copet tertangkap basah. Tukang-tukang becak mimpin orang banyak menghajarnya ramai-ramai. Si copet jatuh bangun minta ampun meski hati geli mentertawakan kebodohannya sendiri: hari nahas, ia keliru jambret dompet kosong milik kopral sedang preman kosong milik Kopral setengah preman. Hari nahas selalu berarti tinju-tinju, tendangan sepatu dan cacian tak menyenangkan. Tapi itu rutin belaka. Polisi-polisi Senen tak acuh melihat tontonan sehari-hari: orang mengeroyok orang sebagai kesenangan. Mendadak sosok baju hijau muncul, menyelak di tengah. Si copet diseret keluar dibawa entah kemana. Orang-orang merasa kehilangan mainan kesayangannya, melongo.
"Dia jagoan Senen; anak buah Syafii, raja copet!"
"Orang tadi mencuri tidak?" (pandangan Nabi penuh selidik).
"Betul. Orang sini menyebutnya copet atau jambret."
"Kenapa mereka hanya sekali pukul si tangan panjang? Mestinya dipotong tangan celaka itu. Begitu perintah Tuhan kepadaku dulu."
"Mereka tak punya pedang, ya Rasul."
"Toh, bisa diimpor!"
"Lalu dengan apa bangsa ini berperang?"
"Dengan omong kosong dan bedil-bedil utangan dari Rusia."
"Negara kapir itu?"
"Ya, sebagian lagi dari Amerika. Negara penyembah harta dan dolar."
"Sama jahat keduanya pasti!"
"Dunia sudah berobah gila!" (mengeluh).
"Ya, dunia sudah tua!"
"Padahal kiamat masih lama."
"Masih banyak waktu ya, Nabi!"
"Banyak waktu untuk apa?"
"Untuk mengisi kesepian kita di sorga."
"Betul-betul, sesungguhnya tontonan ini mengasyikkan, meskipun kotor. Akan kuusulkan dipasang TV di sorga."
Kedua elang jelmaan terbang Nabi dan Jibrail itu terbang di gelap malam.
"Jibrail! Coba lihat! Ada orang berlari-lari anjing ke sana! Hatiku tiba-tiba merasa tak enak…"
"Hamba berperasaan sama. Mari kita ikuti dia, ya Muhammad."
Sebentar kemudian diatas sebuah pohon pinang yang tinggi mereka bertengger. Mata tajam mengawasi gerak-gerik orang berkaca mata.
"Siapa dia? Mengapa begitu gembira?"
"Jenderal-jenderal menamakannya Durno, Menteri Luar Negeri merangkap pentolan mata-mata."
"Sebetulnya siapa dia menurut kamu?"
"Dia hanya Togog, begundal-begundal raja angkara murka."
"Ssst! Surat apa di tangannya itu?"
"Dokumen."
"Dokumen?"
"Dokumen Gilchrist, hamba dengar tercecer di rumah Bill Palmer."
"Gilchrist? Bill Palmer? Kedengarannya seperti nama kuda!"
"Bukan, mereka orang-orang Inggris dan Amerika."
"Ooh."
Di bawah sana Togog melonjak kegirangan. Sekali ini betul-betul makan tangan, nemu jimat gratis. Kertas kumal mana ia yakin bakal bikin geger dunia. Tak henti-henti diciuminya jimat wasiat itu. Angannya mengawang, tiba-tiba senyum sendiri.
"Sejarah akan mencatat dengan tinta emas: Sang Togog berhasil telanjangi komplotan satria-satria pengraman baginda raja."
Terbayang gegap gempita pekik sorak rakyat pengemis di lapangan Senayan.
"Hidup Togog, putra mahkota! Hidup Togog, calon baginda kita!"
Sekali lagi ia senyum-senyum sendiri. Baginda tua hampir mati, raja muda togog segera naik takhta, begitu jenderal selesai-selesai dibikin mati kutunya. Pintu markas BPI (badan pusat intelijen) ditendang keras-keras tiga kali. Itu kode!
"Apa kabar Yang Mulia Togog?"
"Bikin banyak-banyak fotokopi dari dokumen ini! Tapi awas, top secret. Jangan sampai bocor ke tangan dinas-dinas intel lain. Lebih-lebih intel AD."
"Tapi ini otentik apa tidak, Pak Togog? Pemeriksaan laboratoris?"
"Baik, baik yang mulia" (pura-pura ketakutan)
"Nah, kan begitu. BPI Togog harus disiplin dan taat tanpa reserve pada saya tanpa hitung-hitung untung atau rugi. Semua demi revolusi yang belum selesai!"
"Betul, Pak; eh, yang mulia."
"Jadi kapan selesai?"
"Seminggu lagi, pasti beres."
"Kenapa begitu lama?"
"Demi security, Pak. Begitu saya baca dari buku-buku komik detektif."
"Bagus, kau rajin meng-up-grade diri. Soalnya begini saya mesti lempar copy-copy itu depan hidung para panglima waktu briefing dengan PBR (Pemimpin Besar Revolusi-red). Gimana?"
"Besok, juga bisa asal uang lembur dibayar dimuka."
Togog meluruskan seragam dewanya. Dan gumpalan uang puluhan ribu keluar dari kantong belakang. Sambil tertawa senang ditepuk-tepuknnya punggung pembantunya.
"Diam! Diam! Dokumen ini bakal bikin kalang kabut Nekolim dan antek-anteknya dalam negeri."
"Siapa mereka?"
"Siapa lagi? Natuurlijk de zogenaamde ‘our local army friends’. Jelas toh?"
Sepeninggal Togog jimat ajaib ganti berganti dibaca jin-jin liar atau setan-setan bodoh penyembah Dewa Mao nan agung. Mereka jadi penghuni markas Badan Pusat Intelijen secara gelap sejak bertahun-tahun. Syhadan, desas-desus makin laris seperti nasi murah. Rakyat jembel dan kekerlak baju hijau rakus berebutan, melahap tanpa mengunyah lagi.
"Soekarno hampir mati lumpuh; Jenderal kafir mau kup, bukti-bukti lengkap di tangan partai!"
***
Sayang, ramalan dukun-dukun Cina sama sekali meleset. Soekarno tidak jadi lumpuh, pincang sedikit Cuma. Dan pincang tak pernah bikin orang mati. Tanda kematian tak kunjung tampak, sebaliknya Soekarno makin tampak muda dan segar.
Kata orang dia banyak injeksi H-3, obat pemulih tenaga kuda. Kecewalah sang Togog melihat baginda raja makin rajin pidato, makin gemar menyanyi, makin getol menari dan makin giat menggilir ranjang isteri-isteri yang entah berapa jumlahnya.
Hari itu PBR dan Togog termangu-mangu beruda di Bogor. Briefing dengan Panglima-panglima berakhir dengan ganjalan-ganjalan hati yang tak lampias.
"Jangan-jangan dokumen itu palsu, hai Togog." (PBR marah-marah).
"Ah, tak mungkin Pak. Kata pembantu saya jimat tulen."
"Tadinya sudah kau pelajari baik-baik?"
"Sudah pak. Pembantu-pembantu saya bilang siang malam mereka putar otak dan bakar kemenyan."
"Juga sudah ditanyakan pada dukun-dukun klenik?"
"Lebih dari itu! Jailangkung bahkan memberi gambaran begitu pasti!"
"Apa katanya?"
"Biasa, de bekendste op vrije voeten gesteld, altjid!"
"Ah, lagi-lagi dia. Nasution sudah saya kebiri dengan embel-embel Menko Hankam-Kasab. Dia tidak berbahaya lagi.
"Ya, tapi jailangkung bilang CIA yang mendalangi ‘our local army friends’."
"Gilchrist toh orang Inggris, kenapa CIA campur adukkan?"
"Begini, Pak. Mereka telah berkomplot. Semua gara-gara kita nuruti kawan Mao buka front baru dengan konfrontasi Malaysia."
"Dunia tahu, Hanoi bisa bernapas sekarang. Paman Ho agak bebas dari tekanan Amerika."
"Kenapa begitu?"
"Formil kita berhadapan dengan Inggris Malaysia. Sesungguhnya Amerika yang kita rugikan: mereka harus memecah armadanya jadi dua. Sebagian tetap mengancam RRT lainnya mengancam kita!"
"Mana lebih besar yang mengancam kita atau RRT?" (RRT= Republik Rakyat Tjina; ejaan lama dari ‘Cina’-red).
"Kita. Itu sebabnya AD ogah-ogahan mengganyang Malaysia. Mereka khawatir Amerika menjamah negeri ini. "
Soekarno tunduk. Keterangan Togog membuatnya sadar telah ditipu mentah-mentah sahabat Cinanya. Kendornya tekanan Amerika berarti biaya pertahanan negeri Cina dapat ditransfer ke produksi. Dan Indonesia yang terpencil jadi keranjang sampah raksasa buat menampung barang-barang rongsokan Cina yang tak laku di pasaran. Kiriman bom atom, upah mengganyang Malaysia tak ditepati oleh Chen-Yi yang doyan omong kosong. PBR naik pitam.
"Togog, panggil Duta Cina kemari, sekarang!"
"Persetan dengan tengah malam. Bawa serdadu-serdadu pengawal itu semua kalau kamu takut."
Seperti maling kesiram air kencing Togog berangkat di malam dingin kota Bogor. Angan-angan untuk seranjang dengan gundiknya yang di Cibinong buyar. Dua jam kemudian digiring masuk seorang Cina potongan penjual bakso. Dia Cuma pakai piyama mulutnya berbau ang ciu dan daging babi.
"Ada apa malam-malam panggil saya? Ada rezeki nih!" (Duta Cina itu sudah pintar ngomong Indonesia. Dan PBR senang pada kepintarannya).
"Betul, kawan. Malam ini juga kau harus pulang ke negeri leluhur. Dan jangan kembali kemari sebelum dibekali oleh-oleh dari Chen Yi. Ngerti toh?"
"Buat apa bom atom, sih?" (Duta Cina menghafal kembali instruksi dari Peking. Tentaramu belum bisa merawatnya. Jangan-jangan malah terbengkalai jadi besi tua dan dijual ke Jepang. Ah, sahabat Ketua Mao; lebih baik kau bentuk angkatan kelima. Bambu runcing lebih cocok untuk rakyatmu."
"Gimana ini, Togog?"
"Saya khawatir bambu runcing lebih cocok untuk bocorkan isi perut Cina WNA disini." (Togog mendongkol).
"Jelasnya?" (tanya PBR dan Duta Cina serentak).
"Amerika mengancam kita gara-gara usul pemerintah kamu supaya Malaysia diganyang. Ngerti, tidak?" (Cina itu mengangguk).
"Dan sampai sekarang pemerintahmu Cuma nyokong dengan omong kosong!"
"Kami tidak memaksa, bung! Kalau mau stop konfrontasi, silakan."
"Tak mungkin!" (PBR meradang). Betul or tidak, Gog?"
"Akur, pak! Konfrontasi mesti jalan terus. Saya jadi punya alasan berbuat nekad."
"Nekad bagaimana?" (Cina menyipitkan matanya yang sudah sipit.)
"Begitu Amerika mendarat akan saya perintahkan potong leher semua Cina-Cina WNA." (menggertak).
"Ah, jangan begitu kawan Haji Togog. Anda kan orang beragama!"
"Masa bodoh. Kecuali kalau itu bom segera dikirim."
"Baik, baik. Malam ini saya berangkat."
PBR mau tak mau kagum akan kelihaian Togog. Mereka berangkulan.
"Kau memang Menteri Luar Negeri terbaik di dunia."
"Tapi Yani jenderal terbaik, kata Bapak kemarin."
"Memang ada apa rupanya? Apa dia ogah-ogahan juga ganyang Malaysia?"
"Maaf PJM hal ini kurang jelas. Faktanya keadaan berlarut-larut hanya menguntungkan RRT."
"Yani ragu-ragu?"
"Begitulah. Sebba PKI ikut jadi sponsor pengganyangan. Sedangkan mayoritas AD anggap aksi ini tak punya dasar."
"Lalu CIA dengan ‘our local army friends’ nya mau apa?"
"Konfrontasi harus mereka hentikan. Caranya mana kita bisa tebak? Mungkin coba-coba membujuk dulu lewat utusan diplomat penting. Kalau gagal cara khas CIA akan mereka pakai."
"Bagaimana itu?"
"Unsur-unsur penting dalam konfrontasi akan disingkirkan. Soekarno-Subandrio-Yani dan PKI harus lenyap!"
Sang PBR mengangguk-angguk karena ngantuk dan setuju pada analisa buatan Togog. Hari berikutnya berkicaulah Togog depan rakyat jembel yang haus sensasi. Seperti penjual obat pinggir jalan, ia sering lupa mana propaganda jiplakan dan mana hasil gubahan sendiri.
"Saudara-saudara, di saat ini ada bukti-bukti lengkap di tangan PJM Presiden/PBR tentang usaha Nekolim untuk menghancurkan kita. CIA telah mengkomando barisan algojonya yang bercokol dalam negeri untuk menyingkirkan musuh-musuh besarnya. Waspadalah saudara-saudara Soekarno-Subandrio-Yani dan rakyat progresif-revolusioner lainnya akan mereka musnahkan dari muka bumi. Tiga orang ini justru dianggap paling berbahaya untuk majikan mereka di London dan Washington.
"Tapi jangan gentar, Saudara-saudara! Saya sendiri tidak takut demi Presiden/PBR dan demi revolusi yang belum selesai. Saya rela berkorban jiwa raga. Sekali lagi tetaplah waspada. Sebab algojo-algojo tadi ada di antara Saudara-saudara."
Rakyat bersorak kegirangan. Bangga punya Wakil Perdana Menteri berkaliber Togog yang tidak gentar mati. Sejenak mereka luput perut-perut lapar ditukar dengan kegemasan dan geram meluap-luap atas kekurangajaran nekolim.
Rapat diakhiri dengan membakar orang-orangan berbentuk Tengku sambil menari-nari. Bendera-bendera Inggris dan Amerika yang susah payah dijahit perempaun-perempuan mereka di rumah, diinjak-injak dan dirobek penuh rasa kemenangan dan kepuasan luar biasa.
Setelah bosan mereka bubar satu-satu. Tinggal pemuda-pemudanya yang melantur kesana kemari, bergaya tukang copet. Mereka ingin mencari tahu algojo-algojo Nekolim yang dikatakan Togog barusan.
Di Harmoni segerombolan tukang becak asyik kasak-kusuk, bicara politik. Kalau di Rusia Lenin bilang koki juga mesti milik politik, di Jakarta tukang-tukang becak juga keranjingan ngomong politik.
"Katanya Dewan Jenderal mau coup. Sekarang Yani mau dibunuh, mana yang benar?"
"Dewan Jenderal siapa pemimpinnya?"
"Pak Yani, tentu."
"Jadi Yani akan bunuh Yani. Gimana, nih?"
"Aaah! Sudahlah. Kamu tahu apa." (Suara sember.)
"Untung menteri luar negeri kita jago. Rencana nekolim bisa dibocorin."
"Dia nggak takut mati?"
"Tentu saja kapan dia sudah puas hidup-hidup. Berapa perawan dia ganyang!" (suara sember menyela lagi).
Yang lain-lain tidak heran atau marah. Seakan sudah jamak Menteri mengganyang perawan dan isteri orang.

***
Pengganyangan Malaysia yang makin bertele-tele segera dilaporkan PBR ke Peking.
"Kawan-kawan seporos, harap bom atom segera dipaketkan, jangan ditunda-tunda. Tentara kami sudah mogok berperang: Jenderal-Jenderal asyik ngobyek cari rezeki dan prajurit-prajurit sibuk ngompreng serta nodong. Jawaban dari Peking tak kunjung datang. Yang datang membanjir hanya textil, korek api, senter, sandal, Pepsodent, tusuk gigi dan barang-barang lain bikinan cina.
Soekarno tiba-tiba kejatuhan ilham akan pentingnya berdiri di atas kaki sendiri. Rakyat yang sudah lapar dimarahi habis-habisan karena tak mau makan lain kecuali beras. Ubi, jagung, singkong, tikus, bekicot dan bahkan kadal, obat eksim paling manjur.
"Saya sendiri dikira makan nasi tiap hari? Tidak! PBR-mu ini Cuma kadang-kadang makan nasi sekali sehari. Bahkan sudah sebulan ini tidak makan daging. Tanya saja Jenderal Saboer!"
"Itu Pak Leimena disana (menunjuk seorang kurus kering) dia lebih suka makan sagu daripada nasi. Lihat Pak Seda bertubuh tegap (menunjuk seorang bertubuh kukuh mirip tukang becak), dia tak bisa kerja kalau belum sarapan jagung."
Paginya ramai-ramai koran memuat daftar menteri-menteri yang makan jagung. Lengkap dengan potretnya sekali. Sayang, rakyat sudah tidak percaya lagi, mereka lebih percaya pada pelayan-pelayan istana. Makan pagi Soekarno memang bukan nasi, tapi roti panggang bikinan Perancis di Hotel Indonesia. Guna mencegah darah tingginya kumat, dia memang tidak makan daging. Terpaksa hanya telor goreng setengah matang dicampur sedikit madu pesanan dari Arab sebagai pengiring roti. Menyusul buah apel kiriman Kosygin dari Moskow.
Namun rakyat tidak heran atau marah. Seakan sudah jamak seorang presiden harus bohong dan buka mulut seenaknya. Rakyat Indonesia rata-rata memang pemaaf dan baik hati. Kebohongan dan kesalahan pemimpin selalu disambut dengan dada lapang. Hati mereka bagai mencari, betapa pun langit makin mendung, sinarnya tetap ingin menyentuh bumi.[]


Saat Jibril Mampir di Monas, HB Jassin Masuk Penjara
(tempointeraktif.com/26 April 2006)
Judul Buku: Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen “Langit Makin Mendung” Ki Pandjikusmin
Penulis: Kipandjikusmin, H.B Jassin, Hamka, dll
Editor: Mujib Hermani, Muhidin M. Dahlan
Penerbit: Melibas, Jakarta
Tebal: 484 halaman
Cetakan I, 2004

Coba anda bayangkan, suatu waktu Nabi Muhammad yang ditemani malaikat Jibril nangkring di pucuk Monas dan juga sampai di lokalisasi di bilangan Pasar Senen. Kira-kira apa jadinya? Buku Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen “Langit Makin Mendung” Ki Pandjikusmin bisa memberi sebuah kesaksian sekaligus jawaban atas pertanyaan itu.

Kurang lebih jawabannya begini: “Sepucuk belenggu bernama sensor akan mampir di meja redaksi majalah Sastra. Tapi tak cuma mampir, sensor itu juga membawa dua biji kado yang baunya agak sengak: (1) majalah itu dibredel kejaksaan dan (2) sang pemimpin redaksinya dihukum penjara selama satu tahun dengan masa percobaan dua tahun. Dakwaannya mengerikan: menghina agama Islam dan merusak akidah umat.”

Pertanyaannya, apa benar Muhammad dan Jibril pernah ke Jakarta dan mampir di Monas dan Pasar Senen? Tentu saja tidak. Sebab, peristiwa mampirnya Muhammad dan Jibril ke Jakarta hanya ada dalam sebuah cerpen. Cerpen “nekat” itu berjudul Langit Makin Mendung. Penulisnya bernama Kipandjikusmin. Cerpen ini diterbitkan di halaman pertama majalah Sastra edisi Agustus 1968, yang mana Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin, menjadi Pemimpin Redaksinya. Akibat pemuatan cerpen itu, majalah Sastra dibredel kejaksaan dan dan H.B. Jassin sendiri divonis setahun penjara oleh pengadilan.

Siapa sebenarnya Kipandjikusmin? Petunjuk yang bisa menerangkan siapa dia terlampau sedikit. Ia hanya diketahui berasal dari Yogyakarta. Sejak kasus ini mencuat, ia tak muncul lagi. Entah jika ia menggunakan nama lain. Akibatnya, hingga kini Kipandjikusmin masih menjadi misteri. Jassin sendiri di pengadilan bersitegang leher untuk sekukuhnya menolak membeberkan identitas Kipandjikusmin: keteguhan sikap yang cukup jadi alasan kita untuk memberinya standing ovation.

Sebenarnya, seberapa hebat capaian literer Langit Makin Mendung? Pembaca tentu bisa menilai sendiri. Tapi pendapat Wiratmo Soekito bisa dinukilkan di sini. Mas Wir, demikian orang memanggilnya, menyebut cerpen itu dengan kalimat “…karangannya itu jelek dan merupakan kitsch.” (hal. 139). Cerpen ini memang hanya bisa mengumpulkan bahan-bahan mentah saja. Akibatnya, ia tak lebih dari sekadar guntingan-guntingan berita surat kabar yang kemudian disulam menjadi sebuah (pinjam frase-nya Bur Rusuanto) fucilleton editorial yang berpretensi literer.

Dan memang bukan capaian literer yang membikinnya heboh. Kehebohannya lebih mirip kehebohan novel The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Banyak yang bilang, karya Rushdie Midnight Children jauh lebih mentereng untuk soal capaian literer. Tapi The Satanic Verses heboh mula-mula memang bukan karena kualitasnya, tapi karena tema dan alur ceritanya yang dinilai menghina Islam, Muhammad dan al-Qur’an.

Langit Makin Mendung berkisah tentang Nabi Muhammad yang turun kembali ke bumi. Muhammad diijinkan turun oleh Tuhan setelah memberi argumen bahwa hal itu merupakan keperluan mendesak untuk mencari sebab kenapa akhir-akhir ini manusia lebih banyak yang dijebloskan ke neraka. Upacara pelepasan pun diadakan di sebuah lapangan terbang. Nabi Adam yang dianggap sebagai pinisepuh swargaloka didapuk memberi pidato pelepasan.

Dengan menunggangi buraq dan didampingi Jibril, meluncurlah Muhammad. Di angkasa biru, mereka berpapasan dengan pesawat sputnik Russia yang sedang berpatroli. Tabrakan pun tak terhindar. Sputnik hancur lebur tak keruan. Sedang Muhammad dan Jibril terpelanting ke segumpal awan yang empuk. Tak dinyana, awan empuk itu berada di langit-langit Jakarta. Untuk menghindari kemungkinan tak terduga, Muhammad dan Jibril pun menyamar sebagai elang. Dalam penyamaran itulah, Muhammad berkeliling dan mengawasi tingkah polah manusia Jakarta dengan bertengger di pucuk Monas (yang dalam cerpen itu disebut “puncak menara emas bikinan pabrik Jepang”) dan juga di atas lokalisasi pelacuran di daerah Senen.

Lewat dialog antara Muhammad dan Jibril maupun lewat fragmen-fragmen yang berdiri sendiri, Kipandjikusmin memotret wajah bopeng tanah air masa itu: negeri yang meski 90 persen Muslim, tetapi justru segala macam perilaku lacur, nista, maksiat dan kejahatan tumbuh subur. Lewat cerpen ini, Kipandjikusmin menyindir elit politik Indonesia dengan cara telengas. Soekarno disebutnya sebagai “nabi palsu yang hampir mati”. Soebandrio yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri disindirnya sebagai “Durno” sekaligus “Togog”.

Cerpen diakhiri dengan sebuah sindiran halus tapi pedas; sebuah sindiran yang persis menancap di ulu hati kepribadian manusia negeri ini. Begini bunyinya: “Rakyat Indonesia rata-rata memang pemaaf serta baik hati. Kebohongan dan kesalahan pemimpin selalu disambut dengan lapang dada. Hati mereka bagai mentari, betapapun langit makin mendung, sinarnya tetap ingin menyentuh bumi.”

Publikasi Langit Makin Mendung betul-betul menjadi pemantik yang melahirkan “prahara sastra yang panjang dan panas”. Dikatakan “panjang” karena polemik itu berlangsung hampir selama tiga tahun, dari 1968 hingga 1970, dan melahirkan puluhan artikel di media massa. Polemik itu juga melibatkan nama-nama besar dari lintas disiplin: Taufik Ismail, A.A. Navis, Goenawan Mohammad, Wiratmo Soekito, Bur Rusuanto, Bahrum Rangkuti hingga Hamka. Polemik pun menyentuh banyak aspek. Dari perdebatan sastra, hukum, politik, agama bahkan menyentuh sentimen nasionalisme (seorang penulis Malaysia yang memihak Jassin membikin seorang penulis Indonesia merasa tersinggung dan menyebutnya sebagai tamu tak tahu diri).

Pertanyaannya, apa benar Kipandjikusmin sungguh-sungguh menghina Tuhan, Islam dan Nabi Muhammad? Bagi faksi yang anti, yang lantas dikukuhkan pengadilan, Langit Makin Mendung dianggap benar-benar telah menghina Islam. Faksi ini beranggapan, kebebasan mencipta tak berarti orang bebas menyiarkan pikiran dan tulisan sekenanya, lebih-lebih jika menyentuh aspek yang sudah nyata-nyata dilarang.

Mereka berkeyakinan, menggambarkan nabi dan malaikat sebagai haram. Dan Kipandji dianggap telah melanggar dalil itu dengan lancang melukiskan Muhammad dan Jibril. Sekadar tambahan, dalam cerpen Langit Makin Mendung, Kipandji menyebut “Muhammad dan para nabi telah bosan tinggal di surga”. Jibril yang mengiring Muhammad juga digambarkan “kerepotan mengikuti Muhammad karena dinilai sudah terlampau renta”.

Jassin menganggap tuduhan itu terlampau berlebihan. Langit Makin Mendung bagi Jassin tak lebih sebagai satire untuk mengkritik keburukan masyarakat. Pendapat ini didukung oleh, diantaranya, Wiratmo Soekito, A.A. Navis hingga Bur Rusuanto. Jassin menulis: “Pengarangnya hanya menggambarkan ‘ide tentang Tuhan dan Nabi’, bukannya menggambarkan Tuhan atau Nabi.”

Dalam pleidoi-nya di pengadilan, Jassin meminta agar kebenaran sastrawi dibedakan dengan kebenaran agama atau ilmu pengetahuan. Kebenaran sastrawi berporoskan imajinasi. Dan imajinasi, tulis Jassin, “lebih daripada gagasan. Ia adalah keseluruhan kombinasi dari gagasan-gagasan, perasaan-perasaan, intuisi manusia.” (hal. 111).

Tak cuma memuat puluhan artikel bermutu yang jadi bagian polemik panjang ini, buku Pleidoi Sastra: Kontroversi Cerpen Langit Makin Mendung Ki Pandjikusmin ini juga memuat cerpen Langit Makin Mendung yang menjadi pangkal polemik plus empat cerpen Kipandji lain. Di bagian akhir buku, disertakan pleidoi Jassin di pengadilan berikut notulensi tanya jawab Jassin dengan hakim dan jaksa. Buku ini karenanya sayang untuk diabaikan. Ia adalah momento yang patut dimiliki siapapun yang intens dengan masalah kesusateraan. Ia juga penting, lebih lebih jika kita hendak merenungkan bagaimana wacana kebebasan mencipta berhadapan dengan norma-norma agama dan sosial.

Bukan pada tempatnya jika tulisan ini mendukung atau menolak pembredelan dan pemenjaraan Jassin. Tidak kalah penting kiranya untuk mengkalkulasi, bisakah terjadi dialog yang jernih diantara yang mendukung dan menampik? Jawabannya bisa “ya”, bisa pula “tidak”. Tapi sejarah bisa berkisah, betapa kubu yang menampik pembredelan lebih banyak kalah untuk kemudian dinistakan. Dalam ketakutan dan kebingungannya, kubu yang kalah akhirnya banyak yang menyerah dan lantas membelenggu dirinya sendiri. Saat itulah, pembredelan dan sensor ditahbiskan sebagai hal yang pasti benar. Bisa ditebak akhirnya, kita akan sukar membedakan: sebuah pendapat itu mengganggu ketertiban ataukah mengganggu tahta seseorang/kelompok yang berkuasa?

Kiranya, paragraf pertama tulisan Goenawan Mohammad di buku ini (hal. 166) layak kita renungkan. Begini bunyinya: “Kita percaya pada kesusastraan: dan di sini, kita hanya percaya pada kesusastraan yang menentramkan dan bukan yang menggelisahkan.” Itulah. Jadi, jangan terlampau kejut seumpama naas yang menimpa Jassin itu datang menerpa kita suatu saat kelak.

ZEN RACHMAT SUGITO
Bekerja di Riset Independen Arsip Kenegaraan (RIAK) Jakarta




Islam Agama yang "Gagal"
Oleh Rus'an*
(Radar Sulteng / Kamis, 23 Juni 2005)

PENULIS suatu ketika pernah melontarkan pernyataan yang membuat teman-teman yang mendengarnya agak terkejut, pernyataan saya adalah "masih" berfungsikah agama" pernyataan ini saya ungkapkan tidak lebih dari keprihatinan saya melihat bangsa ini, bangsa Muslim terbesar di muka bumi tetapi juga bangsa yang paling terkorup, fondasi moral yang rapuh merupakan sebab utama mengapa setelah sekian lama kita merdeka, budaya korupsi, penyelewengan dan sebangsanya, tampaknya juga belum mencapai titik jenuh. Yang terjadi adalah gelombang korupsi semakin marak dan menghebat. Petualangan mereka (meminjam istilah Syafii Maarif) dalam menggerogoti sendi-sendi perekonomian dan keuangan negara dari hari ke hari semakin tidak tidak dapat dikontrol, inilah tindakan kebiadaban yang dilakukan oleh para elit negara. Yang lebih parah lagi adalah kasus dugaan korupsi yang dilakukan petinggi dan mantan petinggi Departemen Agama.
Salah satu yang menjadi tersangka adalah mantan menteri Agama, Said Agil Al-Munawarah, (Said artinya Bahagia, Agil cerdas, Al Munawwar orang yang diberi cahaya), nama yang cukup bagus, nama yang sangat Islami tapi sayang hanya tinggal nama besar, mereka mempertontonkan sebuah kejahatan moral yang cukup dasyat, tokoh agama yang seharusnya selalu menjadi teladan moral. Malah Dana Abadi Umat (DAU) 700 triliun menguap dengan mudah berkat kolusi dan korupsi. Pantas saja semua orang lebih suka nonton sinetron dari pada mau mendengar nasihat-nasihat para tokoh agama yang penuh dengan retorika belaka.
Tak berbeda jauh dengan judul di atas yang mungkin banyak melukai perasaan saudara kita yang mangaku muslim, saya cuplikkan dalam tulisan ini penggalan dari buku Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Komaruddin Hidayat 1995) "mengapa agama yang diyakini benar, hebat dan tinggi, dan di sisi lain realitas perilaku para pemeluknya yang sama sekali berbeda dengan ajaran agamanya".
Dalam ajaran Islam ada sebuah pernyataan yang biasanya diyakini oleh kaum Muslim sebagai sabda Nabi Muhammad SAW yaitu penegasan bahwa "Islam itu sangat tinggi, dan karenanya tidak ada yang lebih tinggi darinya. "Pernyataan itulah yang kini sering didengungkan oleh para da'I untuk menegaskan bahwa Islam itu hebat dan tinggi sehingga bila terjadi penyelewengan dan kezaliman yang dipersalahkan adalah para penganutnya, karena dianggap tidak memahami sekaligus tidak mempraktekkan ajaran agamanya secara benar". Dan jawaban inilah yang dipakai oleh teman saya dalam sebuah diskusi kecil "bukan agama yang gagal, tapi pelakunya yang tidak mengamalkan ajaran agama," demikian jawabannya secara spontan yang penuh dengan semangat dan sifat frontal.
Sekilas memang argumen tersebut bisa diterima. Tapi bila dikritisi, maka akan timbul pertanyaan "jika ajaran Islam itu memang benar, hebat dan tinggi, tapi ternyata tidak mampu mempengaruhi para pemeluknya, lalu dimana pembuktian kebenaran, kehebatan dan ketinggian ajarannya itu? Dan apa gunanya ajaran Islam yang benar, hebat dan tinggi itu tapi tidak mampu mempengaruhi perilaku pemeluknya?"
Dan kalau mau kata-kata yang lebih keras, sebenarnya agama di Indonesia itu "gagal". Gagal semua. Orang pergi ke mesjid, sembahyang, puasa, zakat, naik haji, dan sebagainya, inilah perilaku beragama yang penuh dengan simbol, menurut Cak Nur orang beragama seperti ini hanya berhenti pada simbol belaka, dan jelas tidak berguna buat kemaslahatan umat. Kata Allport, cara beragama semacam ini tidak akan melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang. Sebaliknya, kebencian, iri hati dan fitnah, serta segala penyakit hati masih tetap berlangsung.
Mungkin praktek keagamaan seperti inilah yangmembuat tokoh dunia sekaliber Karl Mark sangat kecewa dengan agama dengan mengatakan "Agama merupakan candu bagi masyarakat. Agama merupakan suatu minuman keras spritual". Inilah sikap karl Marx terhadap agama. Agama dipandang sebagai penyebab penindasan, eksploitasi kelas dan lebih jauh lagi penyebab munculnya imajinasi-imajinasi non produktif. Sehingga kaum komunis menganggap agama sebagai racun dan harus dibinasakan keberadaannya. (Vladimir Lenin, 1905). Berbagai bantahan dari tokoh Islam dengan menyatakan bahwa pandangan Karl Marx itu sangat bertentangan dengan Islam. Syamsuddin Ramadhan misalnya dengan tegas mengatakan bahwa Islam memandang bahwa dibalik alam, kehidupan, dan manusia ada yang menciptakan, yakni Alkhaliq. Walhasil Islam adalah agama sempurna dan agama yang diridloi oleh Allat swt. "Dan Kami menurunkan kepadamu (Muhammad) al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, da sebagai petunjuk, rahmat, dan khabar gembira bagi orang Muslim" (Q.S.an Nahl:89).
Demikian ayat diatas sebagai bantahan dari pandangan Marx terhadap agama. Tapi persolaannya apa yang tertulis dalam kitab suci bukan realitas. Kita hidup dalam masyarakat bukan dalam sebuah kitab suci. Bukankah realitas masyarakat kita adalah masyarakat korup, bermental penindas, dan penuh dengan topeng-topeng agama. Boleh jadi arwah Karl Marx akan berkata "bukankah kesimpulan saya dulu itu benar?"
Akhirnya kepada semua elit bangsa, elit agama, mari sejenak kita menengok ke belakang melihat bagaimana sebuah tokoh yang kekuasaannya besar akhirnya tumbang karena meremehkan penderitaan rakyat, Fir'aun, Haman, Qarun, dan Bal'am. Jalalddin Rahmat menggambarkan watak semua tokoh ini seperti Fir'aun adalah penguasa yang korup, penindas yang selalu merasa benar sendiri, tonggak sistem kezaliman dan kemusyrikan. Haman mewakili kelompok teknokrat, ilmuwan yang menunjang tirani dengan melacurkan ilmu. Qarun adalah cerminan kaum kapitalis, pemilik sumber kekayaan yang dengan rakus mengisap seluruh kekayaan massa. Bal'am melambangkan kaum ruhaniyun (kaum agamawan), tokoh-tokoh agama yang menggunakan agama untuk melegitimasikan kekuasaan yang korup dan meninabobokan rakyat. Akhirnya gabungan elit ini hancur karena tidak peka terhadap nurani rakyat kecil, tidak mau mendengarkan kebenaran, dan tidak ingin menegakkan keadilan.
Dengan melihat realitas yang terjadi seperti yang digambarkan di atas kita harus memutuskan apakah "agama" masih memiliki makna bagi kehidupan manusia dimasa kini? Bila jawabannya tidak, maka itulah agama yang gagal.

* Penulis adalah Dosen Yayasan Unismuh Palu, Magister Pendidikan Sosiologi

LANGIT MAKIN MENDUNG

Oleh Donny Anggoro

Kipandjikusmin, pengarang yang sampai kini masih
misterius sempat menghebohkan dunia sastra kita.
Cerpennya Langit Makin Mendung (LMM) lantas menyeret
redaktur majalah Sastra H.B Jassin ke meja hijau.
Cerpen yang dimuat di majalah Sastra 8 Agustus 1968
mengundang reaksi umat Islam. Ratusan eksemplar
majalah Sastra oleh Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera
disita di berbagai toko, agen dan pengecer di kota
Medan. Kantor majalah Sastra diberangus dan dicoreti
dindingnya dengan pelbagai penghinaan. Di Jakarta Umar
Kayam, Taufiq Ismail, Trisno Sumarjdo, D.Djajakusuma
dan Slamet Soekirnanto menyatakan protes atas
penutupan majalah Sastra.
Tiga puluh enam tahun berlalu sosok Kusmin masih
teka-teki. Polemik yang terus berkelanjutan antara
kebebasan mencipta dan agama ini dengan segera
mencatatkan sejarah sastra Indonesia laiknya
kontroversi novel Lolita Vladimir Nabakov dan Lady
Chatterley?s Lover D.H Lawrence yang dianggap porno.
H.B Jassin, sang redaktur Sastra berkeras tak
mengungkap identitas Kusmin dengan berpegang pada UU
Pers 1966: ?bila sang pengarang tidak membuka
identitasnya redaksi mempunyai hak tolak
memberitahukan identitas pengarang sesungguhnya.? Di
pengadilan H.B Jassin mengaku selama ini hanya
berhubungan lewat surat. Konon selama berhubungan,
alamatnya selalu berpindah-pindah mulai dari Jakarta,
Probolinggo, Singapura dan Surabaya. Begitu
mati-matiannya Sang Paus Sastra membela Kusmin hingga
terbetik gosip dia sendirilah sosok pengarang
misterius itu.
Kipandjikusmin sendiri bukannya tak tinggal diam.
Pengarang misterius ini lewat redaksi Harian Kami
tertanggal 22 Oktober 1968 mengeluarkan pernyataan
mencabut cerpennya dan menganggapnya tak pernah ada.
Berikut pernyataannya: ?Sebermula sekali bukan maksud
saya menghina agama Islam. Tujuan sebenarnya adalah
semata-mata hasrat pribadi saya mengadakan komunikasi
langsung dengan Tuhan, Nabi Muhammad S.A.W, sorga.
dll. Di samping menertawakan kebodohan di masa rezim
Soekarno. Tapi rupanya salah menuangkannya ke dalam
bentuk cerpen. Alhasil mendapat tanggapan di kalangan
umat Islam sebagai penghinaan terhadap agama Islam.?

***
Kepada majalah Ekspres pimpinan Goenawan Mohammad
tahun 1970 Kusmin pernah mengatakan sebenarnya tak ada
niat menjadikan dirinya misteri. Ia bahkan bersedia
tampil saat itu. Karena melihat Jassin begitu
membelanya mati-matian di pengadilan ia merasa tak
pantas melangkahi orangtua, kilahnya.
Dari wawancara majalah tersebut akhirnya terungkap
nama asli si pengarang, yaitu Soedihartono lewat
perbincangannya dengan Usamah, redaktur pelaksana
Ekspres. Kusmin menempuh pendidikan di Akademi
Pelayaran Nasional. Selama 6 tahun ia menjalani wajib
dinas di Jakarta.
Cerpen LMM sebenarnya adalah representasi kejengkelan
Kusmin pada situasi Indonesia di masa Nasakom. Karena
personifikasi Nabi Muhammad S.A.W sebagai ?Tuhan yang
memakai kacamata model kuno terbuat dari emas?
cenderung kasar dan tak metaforik, menurut Taufiq
Ismail dalam Beberapa Pikiran tentang Pelarangan
Sastra (harian KAMI, No. 688, 25 Oktober 1968) gagal
secara literer. ?Kalau dia Islam, maka kebebasannya
berfantasi sudah sampai kepada kekeliruan besar dalam
aqidah. Bukan mustahil dia bukan Islam, maka dia
terlalu jauh masuk ke daerah fantasi ini yang juga
salah besar penggarapannya,? tulis Taufiq.
Marwan Saridjo, akademisi Institut Agama Islam Negeri,
Ciputat menganggap persoalan LMM adalah hipokrisi
wajah sastra keagamaan. Dalam tulisannya di Pandji
Masyarakat, Oktober 1969 ia mengimbau, ?Mari kita
pecahkan persoalan ini seraya mengikis dan melenyapkan
segala hipokrisi dalam wajah sastra keagamaan, entah
itu datangnya dari pengarang berpredikat agama (ulama,
pendeta) pun hipokrisi pada tren sementara pemawas
sastra kita yang dianggap prominem dewasa ini,?
Yahya Ismail, seorang penulis Malaysia turut
berpolemik dalam Sekitar Langit Makin Mendung
(Indonesia Raya Minggu, 24 November 1968) menganggap
kontroversi LMM sebagai ketidakberdayaan Indonesia
dalam mengambil tindakan. Ia memberi contoh lewat
karangan ilmiah James L. Peacock di majalah Indonesia,
4 Oktober 1967, Peacock membuktikan bahwa ludruk
memperlihatkan gejala anti-Islam dalam pementasannya.
Observasi ini, tulis Yahya, konon dilakukan Peacock
saat berada di Indonesia tahun 1963 jauh sebelum
cerpen LMM muncul.
Ia membandingkan sajak penyair Malaysia, Kassim Ahmad
yang sempat menjadi polemik dalam konteks menghina
Islam. Menurutnya, personifikasi Kusmin di LMM tak
sebanding tiga sajak Kassim Ahmad. Tulisan Yahya
dibantah Jusuf Lubis dengan fakta bahwa umat Islam
pernah memprotes pentas Ludruk Marhaen yang dianggap
menghina Islam (Angkatan Baru, 12 Desember 1968).
Sedangkan Mochtar Lubis dalam Kebebasan Berpikir
(Horison, Tahun IV No.1, Januari 1969) mengatakan
kasus penutupan majalah Sastra dengan dimuatnya LMM
adalah akibat sikap ketidaktoleran dunia pemikiran,
bak ilmuwan Galileo di masa silam nyaris dibakar
karena mengatakan bumi mengelilingi matahari.
?Yang saudara adili di sini bukan saya, bukan Kusmin,
bukan LMM. Yang saudara adili di sini ialah imajinasi.
Maka yang berkepentingan bukanlah saya atau Kusmin
saja, tapi seniman kita yang mempunyai imajinasi itu.
Saudara sedang mengadili imajinasi kreatif yang sedang
menuntut kebebasannya demi kemajuan seni dan
pemikiran,? tulis Jassin dalam pleidoinya di
pengadilan, 2 September 1970.
Wiratmo Sukito dalam Karya Seni sebagai Iriil (Sinar
Harapan, 18 Desember 1968) menganggap pembelaan Jassin
kurang menjelaskan apakah imajinasi Kusmin tak
berhubungan dengan kenyataan. Meski tak bermaksud
membela Kusmin, ia mengingatkan apa pun yang terjadi
dalam proses mencapai tingkat di mana alam adalah
transenden, karya seni yang tak nyata adalah potensial
meletakkan ide besar dalam sejarah kehidupan.

***
Setelah 36 tahun berselang apa yang bisa kita
renungkan dari kontroversi LMM? Apakah setelah 36
tahun silam kehidupan sastra kita telah bersikap
toleran sewajarnya dalam dunia pemikiran? Memang,
pintu kebebasan telah terbuka. Tapi, di masa kini
sastra yang seharusnya tengah mendapat angin tak
lantas menjadi kaya dengan kreativitas. Legimitasi
kepengarangan yang ada celakanya malah cenderung
non-artistik sepeti merujuk pada komunitas tertentu
walau regenerasi kepengarangan seolah sedang
bergairah.
Sementara kebebasan sastra jauh dari kualitas, para
pemain baru yang potensial malah sibuk meleburkan diri
agar setidaknya masuk dalam lingkaran kekuasaan
hegemoni ?politik sastra?. Hipokrisi memang tak lagi
riuh dari wajah sastra keagamaan seperti kasus Kusmin,
melainkan datang dari sastrawan sendiri yang sibuk
bersolek dari urusan non-artistik selain sikap pemawas
sastra kita yang tak tekun. Legimitasi kepengarangan
berlebihan malah membuat kita tak percaya akan fungsi
utama sang kritikus sebagai medium antara masyarakat
peminat sastra dan seniman.
Pertanyaan mengusik, apakah kebebasan wajah sastra
kita lantas seperti kaum agelaste yaitu menerima
ide-ide tanpa berpikir laksana cetusan Milan Kundera
dalam Art of Novel? Kebebasan sastra sebaiknya tak
menjadi sia-sia dan sewajarnya dilihat sebagai
kesempatan memperbaiki lingkungan kita.
Rawamangun, April 2004.

Penulis adalah editor sebuah penerbit tinggal di
Jakarta.

INONESIA TUAN RUMAH PD 2002 ? GW SETUJU,,,TAPI ???

http://forever1forever.multiply.com/journal/item/115/SIAP-SIAP_MENABUNG_UNTUK_2022
Menjadi tuan rumah Piala Dunia tentunya akan menimbulkan rasa bangga yang sangat besar tapi melihat kondisi negara saat ini yang masih carut marut, hal tersebut terlihat menjadi sangat tidak relevan. Piala Dunia itu bukan hanya masalah sepak bola saja tapi menyangkut seluruh aspek kebangsaan. Tidak semudah seperti mengadakan pertandingan Galadesa tentunya. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bukan hanya membangun stadion saja tapi infratruktur maupun struktur yang harus terintegrasi. Memerlukan perencanaan yang sangat matang, pelaksanaan yang tidak mudah. Apalagi jika dihubungkan dengan prestasi sepak bola negeri ini yang sepertinya kurang greget, tidak ada perubahan yang signifikan. Entah kemana larinya slogan ”menuju pentas dunia” ,dengan iklan nendang bola saltonya, yang sangat ramai dibicarakan khalayak jaman saya SD dulu. Slogan itu hilang tanpa bekas, hanya bisa mempengaruhi anak-anak kecil untuk berlatih agar mahir menendang bola dengan gaya salto ketika menjebol gawang lawan, termasuk saya sendiri, serta satu gelar gol terbaik asia tahun 1996. Moga-moga anak SD sekarang, tiga belas tahun lagi juga tidak hanya mahir bermimpi, paling tidak bisa bergaya saltolah...he...he...he...

Ok...suksesnya Indonesia menjadi salah satu tuan rumah Piala Asia tahun lalu mungkin bisa kita jadikan batu loncatan namun kita juga harus sadar, saat itu kita tidak sendiri menyelenggarakan Piala Asia. Butuh kerja jauh lebih keras dan dukungan penuh dari seluruh elemen bangsa. Dan biaya besar yang akan dikeluarkan, jika nantinya kita benar-benar menjadi tuan rumah, bisa kita anggap sebagai investasi. Tentunya akan banyak lapangan kerja baru yang tercipta selama masa persiapan. Hitung-hitung program baru dalam pemberdayaan masyarakat, bukannya memperdaya masyarakat lho. Yang jelas, jika melihat penyelengaraan-penyelenggaraan sebelumnya yang selalu meraup keuntungan yang besar, kita tak akan rugi mengeluarkan dana sebesar itu, dengan catatan dana itu ada dan nantinya tidak dikorupsi. Dan karena ini Piala Dunia-nya sepak bola, tentunya harus ada peningkatan yang signifikan pada tim nasional kita sehingga tidak menimbulkan opini negatif, lolos ke piala dunia gratisan karena menjadi tuan rumah. Kita tentunya tidak hanya ingin sukses sebagai penyelenggara tapi juga mampu menyuguhkan penampilan yang atraktif. Masih ada waktu untuk membuktikannya. Masih banyak event-event yang bisa kita jadikan ajang pembuktian diri. Saya pribadi tidak bisa memungkiri bahwa dunia persepakbolaan Indonesia sekarang sudah lebih maju. Tapi kemajuan itu memang terlalu lambat jika dibandingkan kemajuan sepak bola negara-negara tetangga yang keadaan negaranya bahkan tidak lebih baik dari negara kita. PSSI sebagai induk organisasi sepak bola pun bisa menjadikan momen ini untuk memperbaiki citra diri yang terlanjur negatif, bahkan di mata dunia. Bukan saatnya lagi mempertontonkan dagelan-dagelan yang tidak lucu, bukan sarana untuk semakin memperlihatkan kekonyolan-kekonyolan yang telah lalu.





http://beritaqu.blogspot.com/2009/02/indonesia-calon-tuan-rumah-piala-dunia.html
Reuters juga menyoroti rangking Indonesia yang kini berada di posisi 144 dunia, atau terendah di antara negara lain yang mencalonkan diri. Banyaknya infrastruktur yang harus dibangun untuk bisa memenuhi apa yang diminta FIFA juga diyakini akan sulit diwujudkan, meski jika Indonesia kemudian terpilih untuk jadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Kondisi yang sangat berseberangan akan kita lihat pada 10 negara lain yang ikut mencalonkan diri. Kalau boleh mengklaim, negara yang "paling dekat" dengan Indonesia terkait kesiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia adalah Qatar dan Australia.

Qatar saat ini duduk di posisi 86 dunia (58 tingkat di atas Indonesia), mereka belum pernah menggelar dan menjadi kontestan di Piala Dunia. Sementara Australia, meski belum pernah jadi tuan rumah, mereka sudah dua kali lolos ke putaran final yakni tahun 1974 dan 2006.

Bagaimana dengan negara yang lain? Merekalah raksasa-raksasa yang sesungguhnya.

Belgia & Belanda kita tahu sempat sukses menjadi tuan rumah bersama Euro 2000. Meski sama-sama belum pernah jadi kampiun, keduanya sudah jadi langganan Piala Dunia.

Meski kini "memisahkan diri", Jepang dan Korea Selatan akan selalu dingat sebagai negara Asia pertama yang sukses menghelat hajatan sebesar Piala Dunia di 2002. Sementara dua negara di Benua Amerika, Meksiko dan Amerika Serikat sudah merasakan menjadi tuan rumah pada tahun 1972-1986 dan 1994. Inggris? Ini sih "nenek moyangnya" sepakbola.

Bersatunya Spanyol dan Portugal juga membuat mereka jadi salah satu kandidat kuat. Tahun 1982 Stadion Santiago Bernabeu menggelar laga putaran final antara Italia kontra Jerman Barat, sementara lima tahun lalu Portugal sukses dengan Piala Eropa 2004.

Senin, 27 April 2009

Sabtu, 25 April 2009

LIFE IS WONDERFUL : JASON MRAZ


It takes a crane to build a crane
It takes two floors to make a story
It takes an egg to make a hen
It takes a hen to make an egg
There is no end to what I'm saying

It takes a thought to make a word
And it takes some words to make an action
And it takes some work to make it work
It takes some good to make it hurt
It takes some bad for satisfaction

Ah la la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la la life goes full circle
Ah la la la la life is wonderful
Ah la la la la la

It takes a night to make it dawn
And it takes a day to make you yawn brother
And it takes some old to make you young
It takes some cold to know the sun
It takes the one to have the other

And it takes no time to fall in love
But it takes you years to know what love is
And it takes some fears to make you trust
It takes those tears to make it rust
It takes the dust to have it polished

Ah la la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la la life goes full circle
Ah la la la la la la life is wonderful
Ah la la la la

It takes some silence to make sound
And it takes a loss before you found it
And it takes a road to go nowhere
It takes a toll to make you care
It takes a hole to MAKE a mountain

Ah la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la life goes full circle
Ah la la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la life is meaningful
Ah la la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la life is meaningful
Ah la la la la la la life is full of
Ah la la la la la life is so full of love
Ah la la la la la life is wonderful
Ah la la la la la la life is meaningful
Ah la la la la la life is full of
Ah la la la la la life is so full of love

ORGANIZATION

Tugas :
Menganalisis kelebihan dan kekurangan line organization, staff organization, line and staff organization.

LINE ORGANISATION
• Kelebihan:


 segala bentuk urusan dapat diputuskan dengan cepat tanpa perlu berunding dengan pihak lain
 kesatuan perintah dan kesatuan pimpinan terjamin sepenuhnya karena pimpinan berada dalam satu tangan, sehingga menjamin disiplin kerja yang kuat,
•Kekurangan :
 tingkat koordinasi sukar dilakukan karena antara tingkat pegawai yang sama hanya bertanggung jawab pada superiornya saja,
 overall planning sulit, karena masing masing kepala bagian merasa dirinya tidak terikat apa apa kepada rekan setingkat, jadi hanya terikat pada atasan langsung,
 menimbulkan biorkrasi yang beku, kaku,
 pembagian kerja kurang terspesialisasikan, dan kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas,
 kerjasama antar bagian kurang terjalin dengan baik,
 tanggung jawab pimpinan bagian, atau kepala bagian terlalu berat jika perusahaan cukup besar, tidak ada span of control,
 organisasi terlalu bergantung pada satu orang saja,
 kecenderungan pimpinan bertindak secara otokratis sangat besar.







STAFF ORGANISATION
•kelebihan :
 tugas yang banyak lebih mungkin mendapat penyelesaian dengan adanya pembagian kerja ,
 keputusan yang dibuat oleh beberapa orang diharapkan dapat lebih obyektif,
 timbul rasa saling menghargai pendapat anggota yang lain.
 Karyawan lebih kreatif
 Memberikan kesempatan kepada karyawan jika nanti diberi jabatan lebih tinggi
 garis pimpinan berjalan secara tegas, tidak terjadi kesimpangsiuran, karena pimpinan langsung berhubungan dnegan karyawan,
 proses pengubahan keputusan berjalan dengan cepat, karena jumlah yang diajak berkonsultasi relatif lebih sedikit, dari sudut biaya pun lebih rendah, karena tugas pengawasan hanya dilakukan oleh seorang atasan saja.
 dapat cepat terpantau bila ada karyawan yang malas atau bodoh,
 rasa solidaritas karyawan tinggi karena saling mengenal.

•Kekurangan :
 keputusan yang diambil bersifat lambat karena harus dirundingkan terlebih dahulu,
 tindakan sering kurang tegas,
 letak tanggung jawab kurang jelas, dan seseorang dapat berlindung dibalik keputusan bersama padahal menjadi tanggung jawab pribadi.











LINE AND STAFF ORGANISATION
kelebihan :
 dapat digunakan oleh hampir setiap organisasi bagaimanapun besarnya, atau seberapa luas tugas dan kompleksnya susunan organisasi,
 terdapat pembagian tugas yang jelas antara pimpinan, staff dan pelaksana,
 dapat mengembangkan baka yang ebrbeda beda dari karyawan sehingga menjadi suatu spesialisasi,
 proses pengambilan keputusan dapat dengan mudah dilaksanakan karena ada anggota staff yang ahli dalam bidangnya.
 pengambilan keputusan dapat dilakukan dnegan cepat,
 koordinasi dapat dengan mudah dilakkan karena sudah ada pembidangan masing masing,
 kesatuan perintah/unity of command dapat dipertahankan.


Kekurangan :
 bagi para komponen pelaksana tidak selalu jelas mana perintah dan mana nasehat, karena dihadapkan pada dua atasan, yaitu atasan yang ditentukan dalam garis pimpinan yang mempunyai kekuasaan mengambil keputusan dan hak untuk memerintah, dan staff tingkat atas, walaupun hanya berhak memberikan nasehat perlu pula ditaati karena nasehat didasarkan pada keahlian.
 para staff ahli cenderung menganggap lapangan adalah yang terpenting,sehingga memungkinkan timbulnya kongkurensi yang tidak sehat.

Jumat, 24 April 2009

PENGGUNAAN JARINGAN KOMPUTER

Penggunaan Jaringan Komputer untuk Pembelajaran

Teknologi jaringan komputer/internet memberi manfaat bagi pemakainya untuk melakukan komunikasi secara langsung dengan pemakai lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan diciptakannya sebuah alat bernama modem. Jaringan komputer/internet memberi kemungkinan bagi pesertanya untuk melakukan komunikasi tertulis dan saling bertukar pikiran tentang kegiatan belajar yang mereka lakukan. Jaringan komputer dapat dirancang sedemikian rupa agar dosen dapat berkomunikasi dengan mahasiswa dan mahasiswa dapat melakukan interaksi belajar dengan mahasiswa yang lain. Interaksi pembelajaran dengan menggunakan jaringan komputer tidak saja dapat dilakukan secara individual, tetapi juga untuk menunjang kegiatan belajar kelompok. Pemanfaatan jaringan komputer dalam sistem pendidikan jarak jauh dikenal juga dengan istilah Computer Conferencing System (CCF). Biasanya sistem ini dilakukan melalui surat elektronik atau E-mail. Beberapa kelebihan pemanfaatan jaringan komputer dalam sistem pendidikan jarak jauh yaitu: dapat memperkaya model-model tutorial, dapat memecahkan masalah belajar yang dihadapi mahasiswa dalam waktu yang lebih singkat dan dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam memperoleh informasi. CCF memberi kemungkinan bagi mahasiswa dan dosen untuk melakukan interaksi pembelajaran langsung antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok (Mason, 1994 dalam Benny A. Pribadi dan Tita Rosita, 2002:13-14)



B. Kreativitas Siswa

1. Pengertian

Kreativitas yang didmiliki oleh manusia sejak dilahirkan ke dunia suatu yang wajar. Demikian juga dengan guru, karena kreatvitasnya itu maka seseorang dapat mengaktualkan dirinya. Di sini terutama dalam penggunaan media pembelajaran PKn, mengingat peranan guru yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan mental serta pengembangan intelektualitas anak yang dimilikinya.

Nanda Sudjana ( 1987 : 20 ) mengatakan bahwa kreativitas ”merupakan cara atau usaha mempertinggi atau mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pembelajaran ”. Pengaruh yang diberikan oleh guru dalam pendekatannya dengan siswa bisa saja lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki oleh orang tuanya. Hal ini disebabkan oleh kesempatan untuk merangsang siswa dan kalau ingin menghambatnya lebih banyak dari orang tua siswa.

Penggunaan media oleh guru dalam proses pembelajaran, tentumya tidak terlepas dari bagaimana guru tersebut mengajar. Guru Pkn perlu memperhatikan pedoman datau falsafah dalam mengajar. Ini akan bermanfaat guna pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya. Samion AR ( 2001 : 4 ) menyatakan bahwa :

Falsafah mengajar yang harus diperhatikan oleh guru dalam menumbuhkan kreativitas siswa adalah :

a. mengajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan

b. siswa patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik

c. siswa hendaknya menjadi pelajar yang aktif



Dengan memperhatikan pendapat di atas dan melaksanakan secara optimal, maka guru dalam penggunaan media juga harus memperhatikan hal-hal tersebut. Media yang dipergunakan sebagai alat bantu dapat saja menjadi pendorong bagi anak didik. Mempermudah untuk memahami materi yang disajikan. Pendorong agar para guru mempunyai daya kreativitas tinggi tentunya berpengaruh dengan cita-cita. Cita-cita disini merupakan pusat dari bermacam-macam kebutuhan, artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya dipusat di sekitar cita-cita itu.

Guru perlu mempunya cita-cita dalam perencanaan dan penggunaan media, karena cita-cita di sini mampu memposisikan energi psikis untuk belajar memanfaatkan media dan juga dalam penggunaan pendidikan. Dalam pencapaian cita-cita tersebut guru perlu melakukan langkah-langkah agar kreativitas siswa dan pembelajaran dapat berhasil guna. Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam menciptakan kreativitas anak adalah :

a. Menetapkan bahan pembelajaran dan menyediakan media yang dipergunakan dalam proses pembelajaran

Bahan pembelajaran merupakan isi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Bahan yang disajikan inilah mengantarkan siswa pada tujuan pengajaran. Salah satu cara untuk mempermudah dalam pencapaian tujuan pengajaran tentunya menggunakan media yang mana media mempunyai keterkaitan dengan bahan yang disampaikan ( relevansi )

b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

Kegiatan belajar mengajar, tentunya mempunyai hubungan yang erat dengan materi pelajaran. Guru mempunyai keinginan supaya anak didiknya berkembang perlu dapat mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar. Dimana kegiatan itu dilakukan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai penerima materi di dalam interaksinya dalam belajar mengajar.

Kegiatan belajar mengajar itu dihubungkan dengan cara guru menyampaikan materi pelajaran agar dapat dipahami oleh anak didik, dan anak atau siswa menerima materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Perlu untuk diketahui bahwa kegiatan belajar siswa banyak dipengaruhi oleh kegiatan guru.

2. Kemampuan Siswa Dalam Mengekpresikan Gagasan Sebagai Wujud Kreativitas

Dalam kaitannya dengan kreativitas Supriadi ( 1989 : 303 ) mengatakan ciri kehidupan sekolah yang kondusif untuk tumbuhnya kreativitas keilmuan adalah :

a. memberikan peluang kepada siswa untuk mengekspresikan gagasan secara aman. Mengeluarkan pendapat merupakan suatu keinginan yang harus dihargai oleh guru, agar dalam membuat media pengajaran PKn tidak dimonopoli oleh guru bidang studi PKn. Siswa dilibatkan karena tujuan pembelajaran semuanya adalah untuk keberhasilan siswa

b. menghargai prestasi siswa

c. menghargai imajinasi siswa

d. menghormati keunikan individu siswa

e. menyediakan sumber-sumber informasi yang memadai untuk kebutuhan siswa

f. mampu mengakomodasikan minat siswa yang beragam

g. melatih kepekaan siswa



Kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapatnya harus dihargai dan bagaimana caranya agar siswa tersebut tidak merasa mempunyai kekurangan dalam menumbuhkan kreativitasnya, dengan menggunakan media pembelajaran berbasis TIK tentu saja diharapkan siswa mampu menumbuhkan kreativitasnya dengan maksimal yang terdapat di dalam diri mereka. Seorang anak yang mempunyai kretaivitas tinggi tentunya berbeda dengan siswa yang mempunyai krativitas rendah.

Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi tentunya akan mampu menyelesaikan permasalahan dengan cepat dan tanggap terhadap permasalahan yang muncul. Sedangkan siswa yang berkreativitas rendah terlihat kurang menanggapi permasalahan dalam pembelajaran. Siswa yang kurang kreativitas tidak akan bisa dengan cepat menyelesaikan tugas, dan apabila kesulitan dalam membuat tugas siswa tersebut terlambat reaksinya untuk bertanya kepada orang lain.

C. Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis TIK Dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa

Media pembelajaran berbasis TIK sangat erat kaitannya dengan kreativitas anak, dan anak yang mempunyai kreativitas tentunya anak yang perkembangannya baik dan mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik pula dan mereka tidak ingin mempermasalahkan berlarut-larut dan secepatnya diselesaikan.

Kreativitas yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengaktualkan dirinya dalam pergaulan dan juga dalam pembelajaran di sekolah. Hal in yag diharapkan agar dengan adanya media pembelajaran atau dengan menggunakan media pembelajaran berbasis TIK anak dapat kreatif dan berkembang sesuai yang diinginkan. Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai kreativitas tinggi menurut Asep H. Hermawan ( 1997 : 50 ) :

BERBICARA

Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Pesan dan bahasa lisan merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya. Pesan atau isi berita disampaikan melaui media bahasa lisan kepada pendengar : “Medium is The Message”, “The heart of communication is the message”, “Language is the communication” demikian ungkapan dan ucapan para ahli seperti Marrie M, Stewart, dan Kemuth Zimmir serta Marry dan Bonomo.


Konsep Dasar Berbicara
1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resikvokal.
2. Berbicara adalah prosesindividu berkomunikasi.
3. Berbicara ekspresif yang kreatif.
4. Berbicara adalah tingkah laku.
5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari.
6. Berbicara di simulasi oleh pengalaman.
7. Berbicara untuk memperluas cakrawala.
8. Kemampuan linguistic dan lingkungan berkaitan erat.
9. Berbicara adalah pancaran pribadi.

Jenis-jenis Berbicara
Ada beberapa landasan yang dapat dipedomani untuk mengklasifikasi keterampilan berbicara, yakni :
1. Situasi
2. Tujuan
3. Metode penyampaian
4. Jumlah penyimak
5. Peristiwa khusus

Menurut Logan, dkk. (1972:116), kegiatan berbicara formal mencakup :
1. Ceramah
2. Perencanaan
3. Interview
4. Prosedure parlementer, dan
5. Bercerita

Selanjutnya Logan, dkk (1972:108) membedakan kegiatan berbicara informal diatas :
1. Tukaran pengalaman
2. Percakapan
3. Penyampaian berita
4. Penyampaian pengumuman
5. Bertelepon
6. Pemberian petunjuk

Ada empat metode penyampaian pesan (pembicaraan), yaitu :
1. Penyampaian secara mendadak
2. Penyampaian berdasarkan catatan kecil
3. Penyampaian berdasarkan hafalan
4. Penyampaian berdasarkan naskah

Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara

A. Perwujudan Kecemasan Berbicara
a. Detak jantung cepat
b. Telapak tangan berkeringat
c. Nafas terengah-engah
d. Mulut kering dan sukar menelan
e. Otot dada, tangan, leher dan kaki tegang
f. Tangan dan kaki bergetar
g. Suara bergetar dan parau
h. Berbicara cepat dan tidak jelas
i. Tidak sanggup mendengar atau berkonsentrasi, dan
j. Lupa tau ingatan hilang
B. Faktor Penyebab Kecemasan Berbicara
a. Tidak tahu hal yang harus dibicarakan/dilakukan.
b. Pembicara mengetahui dan merasakan bahwa dirinya akan dinilai oleh pendengar.
c. Pembicara berhadapan dengan situasi baru, asing dan ia tidak siap.
d. Latar belakang pembicara yang kurang menguntungkan.

Kamis, 23 April 2009

PAPER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PERMASALAHAN MANAJEMEN PENDIDIKAN INDONESIA

Oleh :
Mohammad Ridwan
NPM : 0813041034



















P.S : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/Daerah

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
2009



















Kata Pengantar

Alhamdulillahi Rabbil Alamin puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas paper yang berjudul “ Permasalahan Manajemen Pendidikan Indonesia “ sebagai salah satu pemenuhan materi mata kuliah Manajemen Pendidikan/Sekolah.

Terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan yang telah membantu menyusun pikirannya demi tersusunnya paper ini.

Dalam penulisan paper ini penulis sadar bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.




Bandar Lampung, Maret 2009



Penulis


























DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1. Kendala-kendala manajemen pendidikan indonesia
2. Langkah strategis untuk mengantisipasinya
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran



































BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia yang terpuruk adalah hal yang aneh di mata dunia. Sumber Daya Alam yang melimpah bisa menjadi faktor pendongkrak mutu pendidikan di Indonesia. Tetapi, apalah arti Sumber Daya Alam tanpa Sumber Daya Manusia dan manajemen yang unggul. Kendala bukanlah dari Sumber Daya Alam, melainkan Sumber Daya Manusia dan manajemen pendidikan Indonesia itu sendiri.

Dalam paper ini akan sedikit kami bahas mengenai masalah manajemen pendidikan indonesia dan langkah untuk mengantisipainya.

B. Rumusan Masalah

Latar belakang di atas, penulis bertolak dari merumuskan masalah sebagai berikut:
1. apa kendala-kendala manajemen pendidikan di Indonesia sehingga belum menunjukkan kemajuan hingga saat ini ?
2. bagaimana langkah strategis yang perlu dilakukan untuk membuat pendidikan menjadi unggul dan diminati masyarakat ?

























BAB II

PEMBAHASAN

1. Beberapa kendala manajemen pendidikan Indonesia sehingga belum menunjukkan kemajuan sampai saat ini antara lain:
a. Dampak Manajemen yang Sentralistik
Meskipun banyak keberhasilan yang telah dicapai dunia pendidikan Indonesia namun upaya untuk mengembangkan satu sistem pendidikan telah menimbulkan akibat-akibat yang negatif. Kecenderungan tentang terjadinya sentralisasi yang berlebihan ( over centralization) pada perintah pusat telah dirasakan hampir pada semua aspek manajemen pendidikan. Dalam banyak kasus adanya ketidakpercayaan timbal balik antara otoritas pusat di satu pihak daerah menjadi kendala.
b. Mekanisme Pendanaan oleh Pemerintah
Komersialisasi pendidikan sekarang sangat dirasakan oleh masyarakat mulai dari prasekolah, Sekolah Dasar ( SD), Sekolah Lanjutan Pertama ( SLTP), maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA). Dalam hal ini dapat dirasakan bahwa pemerintah sama sekali belum optimal membuat aturan penetapan biaya penyelenggaraan pendidikan. Sepertinya pemerintah membebaskan pendidikan sehingga dijadikan lahan bisnis tanpa mempertimbangkan unsur keterjangkauan masyarakat dan pemerataan pendidikan.


c. Manajemen dan Organisasi
Lembaga pendidikan di bawah naungan Depdiknas harus tunduk pada peraturan- peraturan yang berlaku secara seragam untuk semua lembaga pendidikan. Padahal kebijakan seperti ini telah menimbulkan banyak pengaruh negatif terhadap kehidupan lembaga pendidikan. Bayak tenaga pengajar/ guru- guru ramai- ramai mencari penghasilan tambahan di luar kegiatan utamanya karena kurangnya insentif yang diterima, walaupun sekarang ini dengan adanya sertifikasi guru yang nota bene nya dapat menambah penghasilan seorang guru namun tidak setiap guru dapat menikmatinya. Ketidakmampuan lembaga pendidikan dalam memberikan insentif tambahan yang berprestasi akibat kurangnya akuntabilitas dan sustainbilitas serta kecenderungan penetapan tujuan yang tidak realistis.
d. Sumber Daya Manusia
Meskipun usaha untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan terus dilakukan, secara umum kualifikasi pendidikan para guru/ dosen di Indonesia masih belum memadai. Di samping suasana akademik belum memuaskan dan mutu staf administrasi pendidikan masih jauh dari memadai untuk mendukung tuntutan tugas administrasi pendidikan di setiap lembaga pendidikan yang ada.


2. Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk membuat pendidikan menjadi unggul dan diminati masyarakat adalah:
a. Fokus pada pengguna jasa pendidikan ( pelanggan)
Kepuasan pengguna jasa pendidikan adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh lembaga pendidikan, karenanya identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial dan tidak boleh diabaikan.
b. Kepemimpinan
Pimpinan lembaga pendidikan perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga pendidikan dan karyawannya. Penciptaan visi yang jelas akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kualitas, memfokuskan semua upaya lembaga pendidikan pada pemuasan kebutuhan pengguna atau pelanggan, menumbuhkan sense of teamwork, standard of excellence dan menjembatani keadaan lembaga pendidikan sekarang dan masa yang akan datang.
c. Perbaikan yang berkesinambungan
Perbaikan yang berkesinambungan tentunya berkaitan erat dengan komitmen ( continous quality improvement) dan proses ( continous process improvement). Komitment terhadap kualitas dimulai dengan peryataan dedikasi pada misi dan visi, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi tersebut.
Perbaikan yang berkesinambungan tersebut tergantung pada dua unsur yaitu; Pertama, mempelajari proses, alat keterampilan yang tepat. Kedua, Menerapkan keterampilan baru pada small achieveable project.
d. Manajemen SDM
Selain merupakan aset organisasi yang sangat vital, sumber manusia ( SDM) merupakan pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir sebuah lembaga. Oleh karenanya sukses dan tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh- sungguh.
Prinsip- prinsip yang digunakan dalam TQM ( Total Quality Mangement) dikenal dengan istilah Lima Pilar TQM, yang terdiri atas produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen.
Kualitas sebuah produk atau jasa tidak mungkin ada tanpa kualitas di dalam proses. Kualitas dalam proses tidak mungkin ada tanpa adanya organisasi yang tepat. Organisasi akan menetukan kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem manajemen karena itu ditempatkan di tengah- tengah kelima pilar TQM. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi pilar yang lain, dan apabila ada salah satu pilar yang lemah maka semuanya akan turut lemah.
Dalam kerangka layanan ini cara untuk menumbuhkan kepemimpinan yang efektif, yaitu :
Langkah pertama, mendorong kelancaran proses pembelajaran dikalangan pimpinan lembaga pendidikan, mepromosikan orang yang tepat untk mendukung pimpinan lembaga pendidikan, menekankan peran serta individu, dan mengembangkan iklim saling percaya.
Langkah kedua, keberadaan sistem informasi layanan yang mampu menyediakan data dan informasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan mutu layanan, karena sistem informasi layanan yang efektif akan mampu menyampaikan keinginan dan harapan para pelanggan.
Langkah ketiga, merumuskan strategi layanan yang merupakan perekat sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan sehingga mereka dapat bergerak secara bersama- sama menuju tujuan yang sama, yaitu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas bahwa manajemen pendidikan yang apik dan Sumber Daya Manusia yang berkualitas akan menjadi pemeran utama dalam peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Kepemimpinan, perbaikan yang berkesinambungan dan Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai pendorong Sumber Daya Alam yang melimpah di Indonesia untuk peningkatan mutu pendidikan.
B. Saran
Demikianlah penulisan paper ini, apabila masih ada kesalahan/kekurangan dalam penulisan paper ini, terutamanya kami ucapkan mohon maaf dan kami harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun dalam perbaikan pembuatan paper ini. Mudah-mudahan paper ini bermanfaat.

MAKALAH MEMBACA






KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Bahan Ajar Membaca dan Keterbacaan “ sebagai salah satu pemenuhan materi mata kuliah membaca II.

Terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing dan rekan – rekan yang telah membantu menyusun pikirannya demi tersusunnya makalah ini.

Dalam penulissan makalah ini penulis sadar bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.




Bandar Lampung, April 2009



Penulis








BAB 1
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata - kata atau bahasa tulis. ( TARIGAN 1979 : 7 ). Tidak sulit kalu hanya sekedar membaca. Semua orang yang pernah mengenyam pendidikan mayoritas bias membaca. Tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana cara membaca agar teks bacaan bias dibaca cepat, mudah dipahami, dan mudah diingat.

B. Rumusan Masalah

Latar belakang di atas, penulis bertolak dari merumuskan masalah sebagi berikut :
1. Apa pengertian keterbacaan ?
2. Bagaimana cara menyikapi keterbacaan tersebut ?

C. Tujuan

Dalam penulisan makalah ini penulis tdak hanya sekedar menulis, tetapi setelah membaca makalah ini penuulis berharap pembaca agar :
1. Mengerti pengertian keterbacaan.
2. menjadi tahu bagaimana menyikapi keterbacaan tersebut .





BAB 2
PENYAJIAN

1.Pengertian dan latar belakang sejarah keterbacaan.
Keterbacaan : perihal dapat dibAcanya teks secara cepat, mudah dimengerti, mudah dipahami, dan mudah diingat.(KBBI : 1998)
Keterbacaan adalah keseluruhan unsur bacaan yang mempengaruhi keberhasilan yang dicapai oleh sekelompok pembaca dengan bahan tersebut (Hafni, 2001:13).
Keterbacaan adalah perihal dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dim engerti, mudah dipahami, dan mudah diingat. (depdikbud : 1998)
Keterbacaan adalah perihal dapat dibacanya teks dengan cepat, mudah dipahami. ( novia, windi : 45 )
Keterbacaan (readability) merupakan ukuran tentang sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran / kemudahan wacananya (Harjasujana, 1996 : 106).
Keterbacaan, menurut Richards et al (1985: 238), merujuk pada seberapa mudah teks tulis dapat dibaca dan dipahami oleh pembaca. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Dale dan Chall, bahwa keterbacaan merupakan keseluruhan unsur dalam sebuah teks tulis yang mempengaruhi keterpahaman pembaca (dalam Flood, 1984: 236). Kedua definisi keterbacaan itu dengan jelas menunjukkan bahwa ada dua faktor umum yang mempengaruhi keterbacaan sebuah teks, yaitu (1) unsur-unsur linguistik yang digunakan untuk menyampaikan pesan, dan (2) ketrampilan membaca para pembaca. Menurut Richards et al. (1985: 238), keterbacaan sebuah teks dapat diukur secara empirik, yang didasarkan pada panjang rata-rata kalimat, kompleksitas struktur kalimat, dan jumlah kata baru yang digunakan dalam teks. Hal yang sama juga dinyakatan oleh Sakri (1993: 135) bahwa keterbacaan tergantung kosa kata dan konstruksi kalimat yang digunakan oleh penulis dalam tulisannya. Nababan (2000: 317) menyebutkan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi keterbacaan teks terjemahan: penggunaan kata asing dan daerah, penggunaan kata dan kalimat taksa, penggunaan kalimat tak lengkap, dan alur pikir yang tidak runtut. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2%20adrean_nababan_uns.pdf

Keterbacaan merupakan pengukuran tingkat kesulitan sebuah buku atau wacana secara objektif tingkat terbacaan itu biasanya dinyatakan dengan peringkat ke 5 (Mushlisoh, 1995 : 183) dengan tingkat kemampuan pembaca, denga jalan mencocokan tingkat keterbacaan dengan tingkat kemampuannya, diharapkan pembaca tidak mengalami frustasi : minat bacanya akan berkembang terus.
Keterbacaan dalam istilah bahasa Inggris disebut readability. Keterbacaan itu adalah kemampuan untuk dibaca dari seluruh unsur yang ada dalam teks (termasuk di dalamnya interaksi antar-teks) dan berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca yang optimal (Dale & Chall dalam Gilliland, 1972).
Mc Laughin menambahkan bahwa keterbacaan itu berkaitan dengan pemahaman karena bacaan itu memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan.
Gilliland kemudian menyimpulkan keterbacaan itu berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yakni tata huruf (topografi) seperti besar huruf dan lebar spasi. Kemudahan ini berkaitan dengan kecepatan pengenalan kata, tingkat kesalahan, jumlah fiksasi mata per detik, dan kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan). Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan. Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf.

Selanjutnya, Klare (1984:726) menyatakan bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan memengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya.
Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui rumus/formula keterbacaan dan melalui respons pembaca (McNeill, et.al., 1980; Singer & Donlan, 1980). Formula keterbacaan pada dasarnya adalah instrumen untuk memprediksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yang dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, dan panjang kalimat pada sampel bacaan yang diambil secara acak. Formula Flesch (1974), Grafik Fry (1977), dan Grafik Raygor (1984) menggunakan rumus keterbacaan yang hampir sama. Dari ketiga formula itu, Grafik Fry lebih populer dan banyak digunakan karena formula ini relatif sederhana dan mudah digunakan.
Tingkat keterbacaan wacana juga dapat diperoleh dari tes keterbacaan terhadap sejumlah pembaca dalam bentuk tes kemampuan memahami bacaan. Tes itu menguji apa yang disebutkan oleh Bernhardt (1991) sebagai ’enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan’. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem, dan pengenalan sintaksis kalimat. Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu intra-textual perception, metacognition, dan prior knowledge. Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan tersirat, sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu.

Sementara itu, Gilliland (1972) menyebutkan lima cara mengukur tingkat keterbacaan, yakni penilaian subjektif, tanya jawab, formula keterbacaan, grafik & Carta, dan teknik cloze. Penilaian subjektif dilakukan oleh sejumlah orang tertentu – seperti guru, pustakawan, editor, dan kelompok pembaca berdasarkan pengamatan atas isi, pola, kosakata, format dan pengorganisasian suatu bacaan. Oleh karena sifatnya subjektif, keabsahan hasil penilaiannya bergantung pada keandalan para penilai. Jika penilai memiliki pengetahuan yang memadai tentang aspek-aspek keterbacaan, maka hasil penilaian biasanya memiliki validitas yang baik.

Kajian tentang keterbacaan itu sudah berlangsung berabad-abad namun kemajuannnya baru tampak setelah statistik mulai ramai digunakan, tekhnik statistik itu memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor keterbacaan yang penting untuk menyusun formula yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan wacana menurut Klare (1963), kajian-kajian terdahulu menunjukan adanya keterkaitan dengan keterbacaan. Gray dan Leary mengidentifikasi adanya 289 faktor yang mempengaruhi keterbacaan, 20 faktor diantaranya dinyatakan signifikan.
Ada beberapa formula keterbacaan yang lajim digunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan sebuah wacana-formula-formula keterbacaan yang terdahulu, memang bersifat kompleks dan menuntut pemakaiannya untuk memiliki kecermatan menghitung berbagai variabel, penelitian yang terakhir membuktikan bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap keterbacaan yakni : Panjang pendek kalimat, dan tingkat kesulitan kata.










2.Kaitan keterbatasan dengan bahan ajar membaca

Tentang tingkat kemampuan membaca beregu terutama dalam metode pemberian tugas membaca, pemilihan buku tes atau bahan bacaan yang lainnya.
Perkembangan kelayakan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan berbagai nilai diantara nya nilai isi, manfaat, pendidikan, moral, etika dan lain-lain, melainkan harus dipertimbangkan tingkat kesulitan dari masing-masing materi yang dimaksud. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi tingkat keterbacaan sesuai dengan tuntutan dan karakter pembacanya.
Disamping itu penggunaan rumus-rumus keterbacaan akan sangat berguna bagi guru untuk mempersiapkan atau mengubah tingkat keterbacaan materi bacaan yang hendak diajarkannya. Tuntutan bagi setiap guru untuk dapat berperan dan bertindak sebagai penulis bukanlah pandangan keliru. Peran guru sebagai penulis tempat pada pekerjaan mempersiapkan tes, membuat rencana pengajaran. Menyusun program pengajaran dan lain-lain dalam mempersiapkan bahan-bahan tersebut guru hendaknya mempertimbangkan tingkat keterbacaan bahan yang akan ditulisnya.
Keterampilan mengubah tingkat keterbacaan wacana perlu dimiliki oleh guru. Pengubahan tersebut dapat dilakukan dengan meninggikan taraf kesulitan kesulitan wacananya atau menurunkan tingkat kesulitan wacana tersebut.






3. Formula-formula keterbacaan

Untuk mengukur bahan bacaan digelas-gelas rendah, formula yang lazim dipakai ialah formula keterbacaan dari spache.
Dua faktor utama yang menjadi dasar dari penggunaan formula tersebut ialah panjang rata-rata kalimat dan persentase kata-kata sulit formula-formula itu telah dibuktikan keabsahan dan keterpercayaannya untuk memperkirakan tingkat keterbacaan wacana, tetapi formula spache itu kompleks dan penggunaanya memakan waktu yang lama.
Rumus Dale dan Choul sering digunakan di kelas empat sampai kelas enam kelas mula-mula diperkenalkan pada tahun 1947. Rumus spache, rumus Dale-Chall menggunakan panjang kalimat dan rata-rata sulit sebagai faktor-faktor penetu tingkat kesulitan bacaan.
Merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan mengefisienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana.
Di jelaskan oleh Fry bahwa formula keterbacaan yang dikembangkannya itu grafik Fry. Formula Spache berkorelasi 0.90, sedangkan formula Dale-Chall berkorelasi 0.94 korelasi yang tinggi menunjukan adanya rumus-rumus dan keterpercayaan penggunnaan alat ukur yang diciptakannya.







4. Formula keterbatasan Fry

Grafik Fry merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam masalah jurnal of reading.
Grafik fry mendasar pada formula keterbacaannya pada dua faktor tema yakni panjang-panjangnya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah banyak sedikitnya suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana.

a. Petunjuk penggunaan grafik Fry (1977)

Langkah (1)
Pilihlah penggalan yang representatif dari wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 buah perkataan dari padanya yang dimasksud kata dalam adalah sekelompok lambang yang di kiri dan kanannya perpembatas.

Langkah (2)
Hitunglah jumlah kalimat dari 100 buah perkataan hingga perpuluhan yang terdekat maksudnya jika kata yang termasuk ke dalam hitungan 100 buah perkataan tidak jatuh diujung kalimat maka perhitungan kalimat tidak akan selalu utuh melainkan ada sisa.

Langkah (3)
Hitunglah jumlah suku kata dari wacana sampel yang 100 buah perkataan tadi yang memasukan angka dan singkatan sebagai kata maka untuk angka singkatan setiap lambang diperhitungkan sebagai satu suku kata.

Langkah (4)
Data yang kita peroleh yakni rata-rata suku diplotkan kedalam grafik untuk mencari titik temunya.

Langkah (5)
Tingkat keterbacaan sifat perkiraan oleh karena itu tingkat keterbacaan wacana hendaknya ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat.

b. Pembahasan

Setelah mengetahui pengertian dan latar belakang kami menyimpulkan bahwa keterbacaan merupakan tingkat kesukaran wacana yakni pengukuran suatu wacana.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keterbacaan wacana yaitu : kata-kata yang sukar dan panjangnya kalimat pada wacana tersebut.
Kaitan antara keterbacaan dengan ajaran membaca sangat berguna khususnya seorang guru dalam menyiapkan tes bahan-bahan terserbut harus dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat keterbacaan yang akan ditulis.
Yang menjadi landasan formula keterbacaan yaitu panjang pendek kata dan tingkat kesulitan kata. Dalam pertimbangan keterbacaan didasarkan pada pertimbangan struktur secara visual yakni dapat dilihat sedangkan struktur dari bacaan tidak diperhatikan.
Petunjuk penggunaan grafik Fry yaitu langkah pertama dengan mengukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 perkataan kemudian hitung jumlah kalimat dari 100 perkataan tersebut hingga perpuluhan yang terdekat, hitung jumlah suku kata wacana sampel 100 perkataan tadi. Dari data yang diperoleh, jumlah suku kata dimasukan ke dalam grafik

CONTOH PENGGUNAAN GRAFIK FRY
MEMBANGUN “OTONOMI” PEMBELAJARAN SASTRA
Tak henti-hentinya pembelajaran sastra di sekolah disorot para pengamat, pemerhati, dan peminat sastra. Mengapa pembelajaran sastra di sekolah menjadi penting untuk dipersoalkan? Setidaknya ada dua argumen yang layak dikemukakan. Pertama, karya sastra dianggap mampu membuka “pintu” hati pembacanya untuk menjadi manusia berbudaya, yakni manusia yang responsif terhadap lingkungan komunitasnya, mengukuhi keluhuran dan kemuliaan budi dalam hidup, dan berusaha menghindari perilaku negatif yang bisa menodai citra keharmonisan hidup. Kedua, sekolah diyakini sebagai institusi pembelajaran dan basis penanaman nilai-nilai moral dan budaya kepada siswa. Di sisi lain sekolah diakui sebagai ajang sosialisasi yang tepat untuk memperkenalkan sastra kepada para siswa.
Jumlah kalimat: 6
Jumlah suku kata: 275
Hasil kali jumlah suku kata: 275 x 0,6 = 165
Grafik Fry umur: 12 Tahun
Grafik Fry Kelas : Kelas 1 SMP
Sumber Wacana :http://sawali.wordpress.com/2007/07/15/membangun%E2%80%9Cotonomi%E2%80%9D-pembelajaran-sastra/



5. Bacaan, Membaca, dan Keterbacaan

Dalam literatur linguistik, teori membaca dikelompokkan berdasarkan tiga perspektif, yaitu perspektif kognitif, perspektif sosial, dan perspektif operasi teks-dan-pengetahuan (text-driven and knowledge-driven operation). Dalam padangan ahli kognitif, seorang pembaca adalah seperti sebuah komputer, ia memiliki pusat pemrosesan data yang terletak di dalam otaknya (Bernhardt, 1991: 8). Informasi yang didapat dari bacaan adalah input yang diolah oleh otak melalui beberapa tahapan dengan menggunakan hipotesis “jika…maka…”. Pemahaman akan didapat apabila hipotesis itu telah dapat dijawab pembaca. Dalam pandangan ini, pembaca dianggap sebagai seorang problem solver yang membangun hubungan objek dan makna di kepalanya yang merupakan internal representation dari masalah yang sedang dihadapi. Setiap orang dipastikan memiliki internal representation yang berbeda, sekalipun masalah yang dihadapinya sama. Menurut Bernhardt (1991), representasi internal ini merupakan output dari pusat pemrosesan itu. Output tersebut bukan merupakan duplikasi dari inputnya, melainkan intrapersonal conceptualisation atau pemahaman yang unik dari masing-masing individu pembaca.
Membaca juga memiliki fungsi sosial. Membaca adalah bagian dari budaya dan sekaligus membangun budaya. Sebuah teks bacaan adalah artefak sosial dan budaya yang memiliki nilai dan norma tertentu (Bernhardt, 1991: 13). Setiap masyarakat memiliki tatanan nilai dan norma yang unik dan berbeda dari masyarakat lainnya. Seorang pembaca yang efektif tidak memerhatikan aspek kebahasaan saja untuk memahami keseluruhan makna yang dibacanya tetapi juga menggunakan pengetahuannya tentang konteks bacaan, yaitu masyarakat dan budaya tempat teks itu dibuat.
Membaca juga merupakan perpaduan antara pemahaman bentuk dan makna. Ada dua cara memahami bacaan, yaitu memahami bacaan dengan menganalisis teks dan memahami berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Biasanya pembaca memadukan kedua cara ini dalam proses pemahamannya. Dalam istilah Bernhardt (1991), proses membaca demikian itu sifatnya “multidimensional and multivariate.” Teks itu sendiri ada yang terlihat (seen text) seperti yang terbaca oleh pembaca, dan teks ‘tersembunyi’ (unseen text) yang merupakan maksud penulis yang biasanya mengandung nilai sosial dan budaya. Oleh karena itu, Bernhardt (1991:73) mengingatkan bahwa dalam membaca tidak cukup memerhatikan kata, kalimat, dan paragraf saja, sekalipun tanpa unsur-unsur itu tidak akan terjadi proses membaca.
Selain aspek morfologi dan sintaksis, Bernhardt (1991:85) mengatakan bahwa struktur teks juga memengaruhi pemahaman seseorang pada bacaan. Dalam pandangannya, hal tersebut dinamakan “rhetorical organisation of texts”. Aspek tersebut cukup penting dalam memahami teks karena di dalam pengorganisasian teks inilah dapat diketahui gagasan dan argumentasi dari penulisnya.
Bernhardt (1991) menyebutkan ada enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem sebagai upaya pencarian makna, dan pengenalan sintaksis kalimat. Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu intratextual perception, metacognition, dan prior knowledge. Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan tersirat. Oleh karena itu, dalam mengetahui pemahaman suatu bacaan diperlukan ketepatan dalam memahami unsur linguistik yang berhubungan dengan teks, namun juga berhubungan dengan pengalaman pembaca.





6. Formula SMOG
Formula SMOG untuk Mengukur Keterbacaan

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa beberapa formula pengukuran keterbacaan telah banyak diciptakan, namun pada umumnya didasarkan pada kondisi nyata dari suatu teks yang dibaca atau atas text driven. Formula yang memungkinkan digunakan untuk menakar keterbacaan bahan ajar adalah SMOG (Simplified Measure of Gobbledygook) yang dikembangkan McLaughlin di pendidikan dasar dan menengah.
Pengukuran keterbacaan dengan menggunakan Formula SMOG dimaksudkan untuk mengukur kesesuaian antara bacaan dengan usia pembaca. Formula SMOG dapat digunakan dengan mudah oleh para guru dalam memilih bahan bacaan. Formula ini dirancang untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang sangat sedikit (minimal 10 kalimat) hingga bacaan yang sangat panjang (yang dilakukan dengan menggunakan sampel).

Adapun langkah-langkah SMOG Test terdapat dua cara, yaitu:

Cara I
(digunakan untuk bacaan panjang yang lebih dari 30 kalimat) dengan tahapan sebagai berikut:

(1) Dari suatu bacaan yang akan diukur dipilih 10 kalimat pada bagian awal, 10 kalimat pada bagian tengah, dan 10 kalimat pada bagian akhir bacaan sehingga diperoleh 30 kalimat;

(2) Menghitung kosakata yang memiliki tiga sukukata atau lebih dari seluruh kalimat yang telah dipilih tersebut (dari 30 kalimat);

(3) Jumlah kosakata tersebut digunakan untuk mencari tingkat kesesuaian bacaan dengan usia siswa melalui Tabel Konversi SMOG I sebagai berikut:

Tabel:
Nilai Konversi SMOG I
3 Sukukata Tingkat Keterbacaan (Usia) Jumlah Total Kata yang 3 Sukukata Tingkat Keterbacaan (Usia)Jumlah Total Kata yang
0 - 2 4 57 - 72 11
3 - 6 5 73 - 90 12
7 - 12 6 91 - 110 13
13 - 20 7 111 - 132 14
21 - 30 8 133 - 156 15
31 - 42 9 157 - 182 16
43 - 56 10 183 - 210 17
211 - 240 18


Cara II

(digunakan untuk bacaan pendek, yaitu 10 sampai dengan 30 kalimat) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menghitung jumlah kalimat dalam bacaan tersebut;
(2) Menghitung jumlah kosakata yang memiliki tiga sukukata atau lebih;
(3) Menggunakan jumlah kalimat dari bacaan yang diukur untuk menentukan nilai konversi dalam Tabel Konversi SMOG II;
(4) Menjumlahkan kosakata yang memiliki tiga sukukata atau lebih dengan nilai konversi untuk menentukan tingkat keterbacaan pada Tabel SMOG I;
Berdasarkan langkah-langkah ini maka dapat dinyatakan bahwa cara pertama digunakan jika kalimat yang menjadi sampel pengukuran berjumlah 30 kalimat atau lebih, sedangkan cara kedua dilakukan untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang kurang dari 30 kalimat. Cara kedua ini memerlukan dua tabel konversi.

7. Hasil Studi Keterbacaan

Keterbacaan (readability) adalah seluruh unsur yang ada dalam teks (termasuk di dalamnya interaksi antarteks) yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembaca dalam memahami materi yang dibacanya pada kecepatan membaca yang optimal (Dale & Chall dalam Gilliland, 1972). Mc Laughin (1980) menambahkan bahwa keterbacaan itu berkaitan dengan pemahaman pembaca karena bacaannya itu memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan.
Gilliland (1972) kemudian menyimpulkan keterbacaan itu berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Kemudahan membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yakni tata huruf (topografi) seperti besar huruf dan lebar spasi. Kemudahan ini berkaitan dengan kecepatan pengenalan kata, tingkat kesalahan, jumlah fiksasi mata per detik, dan kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan). Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan. Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf.
Selanjutnya, Klare (1984:726) menyatakan bahwa bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik akan memengaruhi pembacanya dalam meningkatkan minat belajar dan daya ingat, menambah kecepatan dan efisiensi membaca, dan memelihara kebiasaan membacanya.
Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dan melalui respons pembaca (McNeill, et.al., 1980; Singer & Donlan, 1980). Formula keterbacaan pada dasarnya adalah instrumen untuk memprediksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yang dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, dan panjang kalimat pada sampel bacaan yang diambil secara acak. Formula Flesch (1974), Grafik Fry (1977), dan Grafik Raygor (1984) menggunakan rumus keterbacaan yang hampir sama. Dari ketiga formula itu, Grafik Fry lebih populer dan banyak digunakan karena formulanya relatif sederhana dan mudah digunakan.
Tingkat keterbacaan wacana juga dapat diperoleh dari tes keterbacaan terhadap sejumlah pembaca dalam bentuk tes kemampuan memahami bacaan. Tes itu menguji apa yang disebutkan oleh Bernhardt (1991) sebagai ’enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan’. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem, dan pengenalan sintaksis kalimat. Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu intratextual perception, metacognition, dan prior knowledge. Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan tersirat, sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu.
Sementara itu, Gilliland (1972) menyebutkan lima cara mengukur tingkat keterbacaan, yakni penilaian subjektif, tanya jawab, formula keterbacaan, grafik & Carta, dan teknik cloze. Penilaian subjektif dilakukan oleh sejumlah orang tertentu –seperti guru, pustakawan, editor, dan kelompok pembaca berdasarkan pengamatan atas isi, pola, kosakata, format dan pengorganisasian suatu bacaan. Oleh karena sifatnya subjektif, keabsahan hasil penilaiannya bergantung pada keandalan para penilai. Jika penilai memiliki pengetahuan yang memadai tentang aspek-aspek keterbacaan, maka hasil penilaian biasanya memiliki validitas yang baik.
Penelitian tentang keterbacaan buku sudah berlangsung sejak tahun 1920-an, antara lain dilakukan oleh Lively dan Pressey yang menemukan formula keterbacaan berdasarkan struktur kata dan kalimat serta makna kata yang diukur dari frekuensi dan kelaziman pemakaiannya (Klare, 1984). Dale (dalam Tarigan, 1985) meneliti jumlah kosakata yang digunakan oleh anak-anak pembelajar pemula di Amerika Serikat. Sebanyak 1500 kata telah dikuasai mereka, terutama kosakata yang berhubungan dengan kata-kata yang digunakan sehari-hari. Memasuki tahun kedua, para siswa itu telah menguasai kosakata sejumlah 3000 kata. Penambahan kosakata setiap tahun sekitar 1000 kata, sehingga jumlah kosakata rata-rata bagi lulusan SMA sekitar 14000 kata, dan bagi mahasiswa sekitar 18000 sampai 29000 kata (Harris & Sipay dalam Zuchdi, 1995).
Hasil studi keterbacaan yang dilaksanakan oleh Tim Pusat Perbukuan tahun 2003-2004 menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting dari suatu buku teks pelajaran untuk sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi dapat dilihat dari penggunaan aspek wacana, paragraf, kalimat, pilihan kata, dan pertanyaan atau latihan-latihan dalam buku teks pelajaran tersebut. Berdasarkan kajian terhadap aspek wacana, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi untuk siswa kelas satu sampai dengan kelas tiga jika disajikan dengan menggunakan wacana narasi, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam disajikan dengan menggunakan wacana deskripsi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek paragraf dari penelitian itu, diketahui bahwa buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi adalah buku pelajaran yang disajikan dengan menggunakan paragraf-paragraf deduktif. Paragraf induktif dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas empat, lima, dan enam jika digunakan dalam wacana narasi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek kalimat, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa kelas dua dan tiga adalah jika kalimat-kalimat yang digunakannya berupa kalimat sederhana, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam dapat menggunakan kalimat luas yang dapat meningkatkan pemahamannya secara lebih baik. Jika wacana yang digunakannya adalah wacana argumentasi, maka kalimat-kalimat sederhana dalam wacana tersebut dapat meningkatkan keterbacaan suatu buku pelajaran.
Berdasarkan kajian terhadap aspek penggunaan kata atau pilihan kata maka buku pelajaran sekolah dasar untuk siswa kelas satu sampai dengan tiga yang memiliki keterbacaan tinggi jika pada buku tersebut digunakan kosakata sederhana, memiliki sukukata sederhana, dan kosakatanya berhubungan dengan konteks social siswa. Penggunaan kosakata dalam buku pelajaran untuk siswa kelas empat sampai dengan enam sebaiknya menghindari penggunaan istilah-istilah khusus, asing atau bermakna konotatif.
Berdasarkan kajian terhadap pertanyaan bacaan atau latihan dalam buku teks pelajaran, diketahui bahwa buku pelajaran untuk sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas tiga sebaiknya menggunakan pertanyaan bacaan berbentuk isian terbatas, rumpang kata, atau melengkapi sebuah kata dalam konteks kalimat. Sementara itu, pertanyaan atau latihan untuk siswa kelas empat sampai dengan kelas enam dapat menggunakan pertanyaan, perintah, atau latihan yang menuntut pengembangan kemampuan berpikir logis dan kemampuan berpikir abstrak.
Dalam kaitan dengan pengukuran keterbacaan suatu bacaan atau buku teks pelajaran untuk sekolah dasar maka dapat dinyatakan bahwa formula SMOG dapat digunakan untuk memprediksi kesesuaian peruntukan suatu bacaan sebelum bacaan tersebut digunakan sebagai bahan ajar kepada para siswa sekolah dasar. Formula ini cukup sederhana dan dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang paling sedikit terdiri atas 10 kalimat.
Pengukuran ahli atau guru terhadap keterbacaan suatu bahan bacaan hanya dapat dilakukan jika penilai (assessor) menguasai materi pelajaran yang akan diukur dan menguasai pula aspek-aspek kebahasaan yang digunakan dalam bacaan tersebut. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterbacaan, sebelum digunakan sebagai bahan ajar kepada peserta didik.
Pengukuran keterbacaan berdasarkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan dan pertanyaan bacaan merupakan pengukuran yang realistis. Hasil pengukuran dengan cara ini menghasilkan keterbacaan yang sesuai dengan hasil pengukuran dari formula SMOG dan penilaian ahli. Pengukuran jenis ini dianggap hasil pengukuran yang paling sesuai, karena dilakukan secara langsung kepada siswa sebagai pemakainya. Hasil pengukuran ini dapat digunakan sebagai indikator dari suatu bacaan yang memiliki keterbacaan tinggi.


8. Bahasa Indonesia dalam Keterbacaan Buku Teks Pelajaran

Berdasarkan kajian terhadap karakteristik siswa SD/MI yang ditinjau dari:

(1) jenis buku teks pelajaran yang digunakan (Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial);

(2) kewilayahan (Indonesia bagian Barat dan Timur);

(3) tingkatan pendidikan (kelas rendah/kelas 1 dan 2 dibandingkan dengan kelas tinggi, kelas 3,4,5, dan 6); serta (3) berdasarkan jenis kelamin siswa (laki-laki dan perempuan) diketahui informasi perkembangan bahasa Indonesia dalam kajian keterbacaan buku teks pelajaran terstandar. Selain itu, diperoleh pula informasi menarik tentang profil pengguna bahasa Indonesia dalam kegiatan berbahasa
















9. Keterbacaan Berdasarkan Karakteristik Siswa

Dalam melakukan interaksi antara bacaan (berbahasa Indonesia) berdasarkan keterpahaman kosakata, kalimat, paragraf, jenis teks/bacaan; kemenarikan buku teks pelajaran; dan kemudahan dalam memahami sistematika penyajian diketahui sebagai berikut.

(a) Keterpahaman Kosakata
Pemahaman siswa sekolah dasar terhadap penggunaan kosakata dalam buku teks pelajaran bergantung pada pengenalan mereka terhadap kosakata itu. Artinya, pemahaman mereka akan baik jika kosakata yang digunakan dalam buku Bahasa Indonesia, Sains, dan Pengetahuan Sosial itu secara berurutan sering didengar (21,40%), kosakata tersebut sudah dikenal (20,42%), dan sering digunakan (16,22%). Ini menunjukkan bahwa kondisi siswa SD pada umumnya memahami kosakata itu karena mereka sering mendengar, mengenal, dan sering menggunakan kosakata tersebut. Namun demikian, khusus untuk mata pelajaran Matematika justru tingkat pemahaman siswa terhadap kosakata yang digunakan karena kosakata tersebut sudah dikenal (23,0%) oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari.

(b) Keterpahaman Kalimat
Pemahaman siswa sekolah dasar terhadap penggunaan kalimat dalam buku teks pelajaran bergantung pada keintiman kalimat tersebut dengan siswa. Artinya, jika kalimat-kalimat itu sudah sering dikenal oleh siswa maka akan semakin tinggi keterbacaan buku teks pelajaran tersebut. Namun, berbeda dengan hal ini, secara khusus untuk pelajaran Matematika suatu teks memiliki keterbacaan tinggi apabila kalimat tersebut disajikan secara efektif, lugas, jelas dan mengungkapkan makna atau tujuan yang dimaksudkan kalimat tersebut. Hal ini pula yang menjadi penentu kedua dari tingkat keterbacaan buku teks pelajaran.
Hal yang harus diperhatikan bahwa keterbacaan buku teks pelajaran ditentukan pula oleh kesederhanaan kalimat yang digunakan. Semakin sederhana kalimat yang disusun dalam buku teks pelajaran maka akan semakin tinggi pula keterbacaan buku teks tersebut. Apabila dalam buku teks tersebut digunakan kalimat yang sulit atau belum dikenal siswa, maka keterbacaannya menjadi rendah. Namun, akan menjadi tinggi keterbacaannya jika kalimat tersebut diikuti dengan kalimat-kalimat atau uraian yang berfungsi sebagai penjelas serta kalimat tersebut sering didengar oleh para siswa, terutama pada mata pelajaran Pengetahuan Sosial.

(c) Keterpahaman Paragraf
Pemahaman siswa sekolah dasar terhadap penggunaan paragraf dalam buku teks pelajaran bergantung pada letak gagasan utama dalam paragraf tersebut. Apabila dalam suatu paragraf menempatkan gagasan utama pada awal paragraf maka siswa lebih dapat memahami paragraf tersebut. Artinya, paragraf-paragraf yang disusun dengan menempatkan gagasan pokok atau pikiran utama pada awal paragraf lebih dapat dipahami siswa makna paragraf tersebut dan memiliki keterbacaan tinggi. Tingkat keterbacaan juga sangat ditentukan oleh ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Dengan demikian, selain menempatkan pikiran utama atau gagasan utama pada awal paragraf, kehadiran gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut dapat mempertinggi keterpahaman siswa terhadap paragraf yang digunakan.

(d) Keterpahaman Bacaan
Pada umumnya teks atau wacana yang digunakan dalam buku terstandar nasional dapat dipahami (64,55% atau 373 responden). Apabila ditinjau berdasarkan bentuk-bentuk wacana yang digunakan dikaitkan dengan karakteristik bacaan yang dianggap mudah dipahami siswa ditemukan bahwa alasan suatu teks/bacaan mudah dipahami jika bacaan tersebut disajikan dengan menggunakan bentuk wacana eksposisi dan narasi atau argumentasi.
Hal yang sangat menarik adalah jika ditinjau berdasarkan jenis mata pelajaran, diketahui bahwa kelompok mata pelajaran eksakta (Matematika dan Sains) bacaan yang mudah dipahami jika disajikan dengan menggunakan wacana eksposisi dan argumentasi, sedangkan untuk kelompok mata pelajaran sosial (Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial) jika disajikan dengan menggunakan wacana narasi dan eksposisi.
Apabila ditinjau berdasarkan tingkatan pendidikan, diketahui bahwa tingkat kemudahan dalam memahami teks/bacaan, maka berdasarkan siswa kelas rendah (1-2) suatu bacaan dianggap mudah dipahami jika bacaan tersebut disajikan dengan menggunakan wacana narasi dan eksposisi, sedangkan menurut kelas tinggi jika disajikan dengan menggunakan wacana eksposisi dan argumentasi.
Berdasarkan klasifikasi jender responden, diketahui bahwa menurut siswa perempuan suatu teks mudah dipahami jika disajikan dengan menggunakan jenis wacana narasi dan eksposisi, sedangkan menurut siswa laki-laki jika disajikan dengan menggunakan wacana eksposisi, narasi, dan argumentasi.

(e) Kemenarikan Penyajian Buku Teks Pelajaran
Berdasarkan kajian diketahui bahwa buku teks terstandar pada umumnya sangat menarik yang diungkapkan oleh 97% siswa yang menjadi responden. Adapun ketika dikonfirmasi kepada siswa alasan pernyataan tersebut dinyatakan bahwa buku teks pelajaran terstandar menarik karena menggunakan gambar atau ilustrasi yang memperjelas isi materi yang disajikan dan menggunakan huruf/bacaan yang jelas dan terbaca, serta bahasa yang mudah dipahami.
Kemenarikan buku teks pelajaran terstandar jika ditinjau berdasarkan karakteristik responden, alasan tersebut hampir sama, kecuali ketika responden diklasifikasikan berdasarkan tingkatan kelas. Responden kelas tinggi (kelas 3-6) menyatakan bahwa kemenarikan buku teks pelajaran terstandar adalah karena disajikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menggunakan jilid dan gambar berwarna, sedangkan menurut responden kelas rendah (1-2) karena menggunakan gambar yang memperjelas isi dan menggunakan huruf yang terbaca dan jelas.

(f) Kemudahan Memahami Sistematika Penyajian
Berdasarkan sistematika penyajian buku teks pelajaran terstandar diketahui bahwa pada umumnya buku teks pelajaran itu mudah dipahami karena penyajian suatu materi tersebut disertai gambar, dikaitkan dengan pengetahuan siswa, dan disesuaikan dengan pengalaman siswa. Namun, apabila ditinjau berdasarkan jenis pelajaran diperoleh informasi bahwa penyajian buku teks pelajaran Bahasa Indonesia mudah dipahami karena materinya disesuaikan dengan pengalaman siswa. Penyajian buku teks pelajaran Pengetahuan Sosial dan Sains dianggap mudah dipahami karena penyajian materinya disertai gambar. Sementara itu, buku teks pelajaran Matematika dianggap mudah dipahami karena penyajian materi dalam buku tersebut dikaitkan dengan pengetahuan siswa.
http://read-herli.blogspot.com/2008/11/keterbacaan-buku-teks-pelajaran.html







10. Keterbacaan Berdasarkan Penilaian Guru

Berdasarkan pengalaman guru dalam menggunakan buku teks pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial diketahui bahwa rata-rata keterbacaan buku teks pelajaran Bahasa Indonesia memiliki tingkat keterbacaan sebesar 3,52. Buku teks pelajaran Matematika memiliki tingkat keterbacaan sebesar 3,71. Buku teks pelajaran Sains memiliki tingkat keterbacaan sebesar 3,68. Buku teks pelajaran Pengetahuan Sosial memiliki tingkat keterbacaan sebesar 3,22. Keterbacaan buku teks pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial berdasarkan penilaian guru-guru yang mengajar di wilayah Indonesia bagian Barat diketahui bahwa rata-rata keterbacaan buku teks pelajaran berstandar sebesar 3,67 sedangkan guru-guru di wilayah Indonesia bagian Timur 3,50.
Para guru memberikan penilaian terhadap keterbacaan buku teks pelajaran sekolah dasar yang berstandar dengan skor rata-rata sebesar 3,58 dari skor ideal 5,0. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum para guru menyatakan bahwa buku teks pelajaran berstandar memiliki kualitas keterbacaan yang tinggi. Hal ini dapat diketahui dari skor rata-rata nilai keterbacaan yang diberikan guru berkaitan dengan pengalamannya dalam kegiatan pembelajaran, pada umumnya di atas skor rata-rata nilai keterbacaan. Hanya penilaian ini dianggap kurang komprehensif karena dilakukan berdasarkan buku-buku Sekolah Dasar berstandar nasional yang digunakan di sekolah tersebut.
Hasil penilaian yang dilakukan guru ini selanjutnya dilakukan justifikasi oleh peneliti melalui desk study dengan melakukan random sampling terhadap 37 buku teks pelajaran Sekolah Dasar yang berstandar nasional. Berdasarkan kajian desk study diketahui bahwa rata-rata keterbacaan buku-buku teks pelajaran berstandar untuk Sekolah Dasar memiliki nilai 3,45. Dengan demikian, skor rerata ini tidak berbeda jauh dengan penilaian yang dilakukan guru atau tidak memiliki bias yang terlalu jauh.
Berdasarkan kajian ini diketahui bahwa pada umumnya buku teks pelajaran berstandar belum dilengkapi dengan buku Pedoman Pendidik, sehingga skor yang berhubungan dengan aspek tersebut sangat kurang. Demikian pula dengan kriteria buku yang dilengkapi dengan work book, pada umumnya buku berstandar tidak dilengkapi dengan buku kerja.

















11. Profil Membaca Siswa

Profil membaca siswa yang berinteraksi dengan buku teks pelajaran terstandar (pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial) adalah sebagai berikut:

(a) Keragaman dalam kegiatan membaca di luar jam pelajaran yang dilakukan siswa masih kurang. Bacaan yang dibaca setiap hari oleh siswa kelas 1-2 adalah buku komik dan judul-judul acara televisi terutama dilakukan oleh siswa laki-laki/perempuan kelas 3-6. Namun, siswa kelas 3-6 pun pada umumnya setiap hari membaca buku teks pelajaran. Bacaan fiksi (cerita) hampir tidak pernah dibaca oleh siswa 1-2 dan siswa laki-laki kelas 3-6, demikian pula diketahui bahwa khusus kelas 3-6 pada umumnya tidak pernah membaca informasi dari internet. Bacaan yang dibaca sekali dalam seminggu pada umumnya berupa majalah atau koran. Selain itu, jenis bacaan yang dibaca sekali saja dalam seminggu oleh siswa putri kelas 1-2 dan siswa kelas 3-6 adalah komik, buku pelajaran dibaca sekali dalam seminggu oleh siswa kelas 1-2, dan siswa putri kelas 3-6 membaca buku cerita pada umumnya dilakukan hanya sekali saja dalam seminggu.

(b) Kegiatan membaca atau membaca kembali buku teks pelajaran di luar jam pelajaran sekolah dilakukan para siswa masih rendah. Kegiatan membaca dan membaca kembali buku teks pelajaran di luar jam pelajaran sekolah memiliki kekerapan lebih kecil dibandingkan dengan kekerapan mereka menonton televisi. Hal ini berarti bahwa kegiatan menonton televisi yang dilakukan siswa lebih dominan dilakukan daripada kegiatan membaca atau membaca kembali buku teks pelajaran di luar jam pelajaran sekolah. Hal yang sangat menarik diketahui bahwa dalam menonton televisi siswa kelas 1-2 perempuan dan siswa kelas 3-6 laki-laki lebih banyak daripada siswa laki-laki kelas 1-2 dan perempuan kelas 3-6. Dalam hal membaca fiksi (cerita pendek/novel, puisi, atau drama) pun masih sedikit dilakukan. Kegiatan membaca buku jenis fiksi ini pada umumnya dilakukan sekali-sekali saja dengan jumlah waktu yang lebih sedikit daripada kegiatan mereka menonton televisi. Demikian pula dengan membaca informasi dari koran, majalah, atau bacaan di internet (khusus kelas 4-6) masih sangat sedikit dilakukan oleh para siswa.

Dari penelitian keterbacaan buku teks pelajaran untuk Sekolah Dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, dan Pengetahuan Sosial diperoleh simpulan sebagai berikut:
(1) Dalam melakukan studi tentang profil membaca siswa Sekolah Dasar yang berinteraksi dengan buku teks pelajaran berstandar, diketahui bahwa:
(a) Kegiatan membaca yang dilakukan peserta didik setiap hari di luar jam pelajaran sekolah untuk kelas 1-2 adalah membaca komik dan untuk kelas 3-6 adalah acara-acara televisi dan membaca buku teks pelajaran. Siswa kelas 1-2 pada umumnya membaca kembali buku pelajaran sekali saja dalam seminggu. Peserta didik hampir tidak pernah membaca informasi dari internet dan fiksi (buku cerita rekaan), kecuali siswa perempuan kelas 3-6 yang membaca fiksi sekali dalam seminggu. Kegiatan membaca informasi dari majalah atau koran pada umumnya dilakukan sekali saja dalam seminggu.

(b) Kegiatan membaca yang dilakukan peserta didik di luar jam pelajaran sekolah memiliki porsi lebih rendah daripada menonton televisi, terutama yang dilakukan oleh siswa perempuan kelas 1-2 dan siswa laki-laki kelas 3-6. Berdasarkan kekerapannya diketahui bahwa membaca buku jenis fiksi, informasi dari koran, majalah, dan internet cenderung dilakukan sekali-sekali saja, dengan porsi yang lebih rendah daripada menonton televisi.

(2) Keterbacaan buku teks pelajaran berstandar bergantung pada keterpahaman kosakata, kalimat, paragraf dan jenis bacaan yang digunakan; kemenarikan penyajian buku tersebut; dan kemudahan menggunakan sistematika penyajian materi.

(a) Keterpahaman kosakata dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh seringnya kosakata tersebut didengar dan sudah dikenal oleh siswa. Keterpahaman kalimat dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh tingkat keintiman dan kesederhanaan kalimat tersebut bagi siswa, jika kalimat-kalimat dalam buku teks sudah sering dikenal oleh siswa atau disajikan dengan susunan yang sederhana maka keterbacaan buku teks pelajaran tersebut semakin tinggi. Keterpahaman paragraf dalam buku teks pelajaran ditentukan oleh letak pikiran utama atau gagasan pokok yang disajikan pada awal paragraf dan ketersediaan gambar atau ilustrasi yang mengiringi paragraf tersebut. Keterpahaman teks atau bacaan buku berstandar pada umumnya tinggi, karena menggunakan jenis wacana narasi, eksposisi, dan argumentasi. Keterpahaman bacaan dalam buku teks pelajaran eksakta (Matematika dan Sains) tinggi jika menggunakan jenis wacana eksposisi dan argumentasi, sedangkan mata pelajaran sosial (Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial) menggunakan jenis wacana narasi dan eksposisi.

(b) Kemenarikan penyajian buku-buku teks pelajaran berstandar adalah sangat tinggi, karena menggunakan gambar atau ilustrasi yang memperjelas isi materi yang disajikan dan menggunakan huruf atau bacaan yang jelas dan terbaca, serta bahasa yang mudah dipahami. Buku teks pelajaran yang menggunakan bahasa yang mudah dipahami, menggunakan jilid atau gambar berwarna, menggunakan gambar dan ilustrasi yang dapat memperjelas isi, serta menggunakan huruf yang terbaca dan jelas memiliki daya tarik yang menentukan keterbacaan buku tersebut.
(c) Kemudahan dalam memahami sistematika penyajian pun turut menentukan keterbacaan buku teks pelajaran berstandar. Kemudahan dalam memahami itu karena penyajian suatu materi tersebut disertai gambar, dikaitkan dengan pengetahuan siswa, dan disesuaikan dengan pengalaman siswa sebagai pengguna buku.

(3) Keterbacaan buku teks pelajaran sekolah dasar berstandar berdasarkan penilaian guru yang dihubungkan dengan pembelajaran, diketahui memiliki keterbacaan tinggi (3,58 dari 5,0). Pada umumnya buku teks pelajaran belum dilengkapi dengan panduan pendidik dan buku kerja sebagai pendukung bagi kegiatan pembelajaran.





















12. TIPS Membaca Lebih Cepat

Phillips, Ann Dye and Peter Elias Sotiriou. Steps to Reading Proficiency. 3rd Edition.
Belmont, California: Wadsworth, 1992.

TIPS 1
Tinggalkan cara mebaca dengan lisan (100-300 wpm), lakukanlah dengan hati (> 800 wpm).

TIPS 2
Gunakan pengetahuan bahasa Indonesia Anda, seperti pola kalimat, logika berpikir, kata perangkai kalimat, dan kata kunci (keywords), sebaliknya hindari kata-kata tugas karena tidak penting untuk pemahaman. Cara ini menghemat 10-50 % kata-kata yang tidak penting.

TIPS 3
Gunakan gerakan mata, bukan gerakan kepala secara efektif untuk menghemat waktu beberapa detik lagi.

TIPS 4
Terapkan pengetahuan membaca yang Anda dapat, pertama previewing, scanning, dan skimming.

TIPS 5
Biasakan diri dengan deadline waktu. Adanya tekanan waktu (time pressure) akan membantu Anda untuk lebih konsentrasi pada materi bacaan.

TIPS 6
. Jika kelima Tips di atas tidak berhasil membantu Anda secara drastis, mulailah memacu tingkat pembacaan Anda dengan mengunakan alat. Gunakan jari anda dengan cara memindahkan dari kiri ke kanan secara cepat per baris. Cara ini efektif kalau Anda ingin menghendaki per baris, jika tidak langkaui dari atas ke bawah menurut keyword atau kalimat topik. Cara ini umumnya menaikkan kecepatan baca hingga 400-800 wpm.
Jika Anda puas, cara terbaik membaca adalah dengan mata dan otak (konsentrasi), bukan dengan lisan (bicara), gerakan kepala, atau memakai jari. Slogan yang perlu diingat: "Bacalah ide pada teks, bukan kata-kata
elisa.ugm.ac.id/files/Arimi-Sailal/P1K1vgdE/BACA%20CEPAT%20VERSI%20BAHASA%20INDONESiA




















13. menentukan teks keterbacaan

Ada tiga cara yang biasa dipakai untuk menentukan keterbacaan teks, yaitu dengan menggunakan intuisi, formula keterbacaan atau cloze test. Artikel ini membahas penggunaan formula keterbacaan untuk memprediksi tingkat keterbacaan teks. Pembahasan mencakup : pengertian keterbacaan, penggunaannya dalam berbagai bidang ilmu dan penjabaran pendapat pro keterbacaan. keterbacaan (readability) menyatakan tingkat kemudahan / kesukaran sebuah teks untuk dipahami maksudnya. Keterbacaan antara lain ditentukan oleh bahasa, tata huruf, kerapatan baris, lebar pinggir, unsur tata rupa yang lain, kosa kata dan struktur kalimat yang dipilih pengarang. Artikel ini hanya membahas tentang keterbacaan teks yang berhubungan dengan bahasa, bukan rupa tulisannya. Teks ada yang rendah dan yang tinggi keterbacaannya. teks yang tinggi keterbacaannya lebih mudah dipahami daripada yang rendah. Kesulitan memahami teks yang dimaksud di sini berkaitan dengan bacaan nas, dan tidak ada hubungannya dengan isi yang sukar dicerna. Oleh sebab itu keterbacaan teks tidak ditentukan oleh unsur bahasanya saja, ettapi juga oleh rupa tulisannya, yakni oleh taat huruf atau tipogarfinya.
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&id=47772&src=a
Intuisi
http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/11/intuisi.html
Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia lain dan diluar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku. Ternyata, didalam buku itu ditemukan keterangan yang dicari-carinya selama bertahun-tahun. Atau misalnya, merasa bahwa ia harus pergi ke sebuah tempat, ternyata disana ia menemukan penemuan besar yang mengubah hidupnya. Namun tidak semua intuisi berasal dari kekuatan psi. Sebagian intuisi bisa dijelaskan sebab musababnya.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berada dalam jajaran puncak bisnis atau kaum eksekutif memiliki skor lebih baik dalam eksperimen uji indera keenam dibandingkan dengan orang-orang biasa. Penelitian itu sepertinya menegaskan bahwa orang-orang sukses lebih banyak menerapkan kekuatan psi dalam kehidupan keseharian mereka, halmana menunjang kesuksesan mereka. Salah satu bentuk kemampuan psi yang sering muncul adalah kemampuan intuisi. Tidak jarang, intuisi yang menentukan keputusan yang mereka ambil.

Sampai saat ini dipercaya bahwa intuisi yang baik dan tajam adalah syarat agar seseorang dapat sukses dalam bisnis. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak buku-buku mengenai kiat-kiat sukses selalu memasukkan strategi mempertajam intuisi.


















14. Langkah-langkah Meneliti Keterbacaan

Berikut adalah beberapa langkah dalam meneliti keterbacaan suatu teks bacaan :

1. Mencari bahan berupa teks bacaan dari buku pelajaran siswa sekolah mengah.

2. Bahan berupa teks tersebut kemudian disamarkan dengan menghilangkan sebagian kata dalam teks. Dalam hal ini kami menghilangkan kata kelima dari setiap lima kata dalam teks bacaan.

3. Mencari populasi siswa sebagai objek penelitian.

4. Meminta para siswa mengisi bagian-bagian yang kosong dalam teks bacaan dengan kata yang paling tepat untuk mereka.

5. Menilai hasil pekerjaan siswa terhadap bahan bacaan.

6. Merumuskan hasil pekerjaan para siswa sehingga akhirnya didapatkan hasil penelitian dan tingkat keterbacaan suatu teks bacaan dengan rumus.











15 . Beberapa Hasil Penelitian Keterbacaan

Penelitian tentang keterbacaan buku sudah berlangsung sejak tahun 1920-an, antara lain dilakukan oleh Lively dan Pressey yang menemukan formula keterbacaan berdasarkan struktur kata dan kalimat serta makna kata yang diukur dari frekuensi dan kelaziman pemakaiannya (Klare, 1984). Dale (dalam Tarigan, 1985) meneliti jumlah kosakata yang digunakan oleh anak-anak pembelajar pemula di Amerika Serikat. Sebanyak 1500 kata telah dikuasai mereka, terutama kosakata yang berhubungan dengan kata-kata yang digunakan sehari-hari. Memasuki tahun kedua, para siswa itu telah menguasai kosakata sejumlah 3000 kata. Penambahan kosakata setiap tahun sekitar 1000 kata, sehingga jumlah kosakata rata-rata bagi lulusan SMA sekitar 14000 kata, dan bagi mahasiswa sekitar 18000 sampai 29000 kata (Harris & Sipay dalam Zuchdi, 1995).
Sementara itu, Leon Verlee (dalam Wojowasito, 1976) menyebutkan bahwa kebanyakan dari kita hanya menggunakan 2000 kata, di luar sejumlah kata fungsi dan istilah istilah praktis yang khas bagi lingkungannya. Walaupun demikian, biasanya kita tidak menemui kesulitan kesulitan yang berarti dalam membicarakan dan mengolah persoalan persoalan keseharian, persoalan keluarga, pekerjaan, dan alam sekitarnya. Kaum intelektual sendiri menggunakan lebih banyak perkataan, tetapi tidak lebih dari 4000 sampai dengan 5000 perkataan. Piere Guiraud yang mengadakan penelitian jumlah kata yang dipergunakan oleh para pengarang, mengambil kesimpulan bahwa jumlah perkataan yang biasa dipergunakan oleh para pengarang berkisar antara 3000-4000 perkataan saja. Penelitian penelitian yang dilakukan oleh T.U. Yule, E. Epstein, G. Herdan, dan B.J.M. Quemada, misalnya, menguatkan pendapat Guiraud yaitu bahwa kebanyakan pengarang mempergunakan perkataan di bawah jumlah 4000 kata namun hal itu bagi mereka tidaklah menjadikan halangan untuk mengolah, menulis, membicarakan segala persoalan yang paling berbeda dan paling kompleks sekalipun (Wojowasito, 1976).
Penggunaan kosakata dalam buku pelajaran antara lain diteliti oleh Dale and Razik (1973) dan Petty, Herold, and Stall (1968). Seperti dilaporkan oleh Zuchdi (1995) bahwa buku teks pelajaran terlalu banyak memuat kata-kata teknis yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu masih banyak konsep yang sukar untuk anak-anak jenjang sekolah menengah dan umumnya tidak lazim untuk digunakan dalam buku teks pelajaran. Penelitian yang dilakukan Zuchdi (1997) tentang jumlah kosakata dalam buku paket bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kosakata yang digunakan di SD rata-rata berjumlah 8000 kata, terdiri atas kata dasar, kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata ulang. Penambahan setiap tahunnya kira-kira 1000 kata.
Menurut Wahjawidodo (1985), penggunaan kata tunggal, kata kompleks, kata ulang, dan kata majemuk dalam buku pelajaran sekolah dasar masih banyak digunakan, sebagian dapat dengan mudah dipahami, tetapi sebagian besar lainnya sukar dicerna. Kata berimbuhan yang terbentuk dari kata dasar, baik awalan, akhiran, maupun gabungan awalan dan akhiran, juga tidak menimbulkan kesulitan.
Panjang kalimat juga dipercaya sebagai faktor utama dalam menentukan pemahaman kalimat, sehingga biasanya dijadikan alat ukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan faktor penentu dalam rumus-rumus keterbacaan. Flesch (1974) misalnya menyebutkan bahwa jumlah kalimat (bahasa Inggris) kurang dari delapan kata akan memudahkan pembacanya untuk memahami bacaan. Standar panjang kalimat adalah antara 14 sampai dengan 17 kata; sedangkan penggunaan lebih dari 25 kata sudah terlalu sukar untuk dipahami.
Tallei (1988) melaporkan hasil penelitiannya bahwa tingkat keterbacaan buku pelajaran itu berkaitan erat dengan keterpaduan dan keruntutan wacananya; sedangkan Suhadi (1996) mengatakan bahwa keterbacaan buku Energi Gelombang dan Magnet (EGM) dan Sejarah Nasional Indonesia (SNI) masing-masing 57% untuk EGM dan 45% untuk SNI.
Tingkat keterbacaan itu berkaitan erat dengan kemampuan pembacanya. Tingkat literasi awal dalam kemampuan membaca seperti yang dilakukan oleh studi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) menunjukkan bahwa siswa kita masih menghadapi kendala dalam membaca. PIRLS adalah suatu studi kemampuan membaca yang dirancang untuk mengetahui kemampuan anak sekolah dasar dalam memahami bermacam ragam bacaan. Penilaian difokuskan pada dua tujuan membaca yang sering dilakukan anak-anak, yaitu membaca cerita sastra dan membaca untuk memperoleh informasi. Pada studi tahun 1999 diketahui bahwa keterampilan membaca kelas IV Sekolah Dasar kita berada pada tingkat terendah di Asia Timur, seperti dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata berikut ini: 75.5 (Hong Kong), 74.0 (Singapura), 65.1 (Thailand), 52.6 (Filipina), dan 51.7 (Indonesia). Studi ini juga melaporkan bahwa siswa Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan karena mereka mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran. Studi tahun 2006 sudah dilakukan tetapi hasilnya baru dapat diperoleh pada tahun berikutnya.
Studi kemampuan membaca lainnya adalah PISA (Programme for International Student Assessment) yang bertujuan meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan Kelas I SMA) dalam membaca, matematika, dan sains. PISA mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan masyarakat-pengetahuan (knowledge society) dewasa ini. Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa depan, yaitu menguji kemampuan untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah.
Hasil studi tahun 2000 mengungkapkan bahwa literasi membaca siswa Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan siswa yang ada di manca negara. Dari 42 negara yang disurvey, siswa Indonesia menduduki peringkat ke-39, sedikit di atas Albania dan Peru. Kemampuan siswa kita itu masih di bawah siswa Thailand (peringkat ke-32). Pada PISA 2003 (Matematika), dengan total nilai 360, siswa Indonesia berada pada posisi terbawah sampai ketiga dari bawah.
Sejalan dengan kemampuan membaca di atas, rupanya kemampuan matematika dan sains siswa kita juga tidak terlalu menggembirakan. TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) merupakan suatu studi internasional untuk kelas 4 dan 8 dalam bidang Matematika dan Sains. Pada tahun 1999, hasil studi ini menunjukkan bahwa di antara 38 negara peserta, prestasi siswa SMP kelas 8 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk sains dan ke-34 untuk Matematika.
Hasil dari ketiga studi internasional tersebut memang belum memuaskan. Dalam kemampuan membaca yang menjadi dasar bagi pengembangan diri di masa yang akan datang, kita tentu menghadapi tantangan luar biasa karena hanya 0.1 persen siswa yang dapat mencapai tingkat literasi tertinggi, sementara 63.2 persen berada pada tingkat kemampuan yang sangat rendah. Para siswa ini tentu memiliki kemampuan membaca, tetapi mereka menunjukkan kesulitan yang serius dalam menerapkan kemampuan membacanya sebagai alat untuk membantu dan memperluas pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang mereka minati.
Seperti dilaporkan dalam PISA (2000) kemampuan membaca ini berkaitan erat dengan kebiasaan membaca, yaitu berapa lama para siswa itu membaca setiap harinya, (2) bahan bacaan apa saja mereka baca (majalah, buku fiksi, non-fiksi, komik, buku pelajaran, atau surat kabar), dan (3) sikap membaca.
Sikap membaca berkaitan dengan sikap apakah mereka hanya membaca kalau ditugaskan guru, membaca hanya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, membaca itu adalah hobi, membaca buku dan kemudian mendiskusikannya dengan teman atau orang lain, ketagihan untuk membaca banyak buku, bergembira mendapatkan hadiah buku, suka pergi ke toko buku atau perpustakaan, tidak biasa duduk tanpa membaca, atau membaca itu membuang-buang waktu.
Minat membaca dapat diketahui dari respons terhadap pertanyaan apakah membaca itu menyenangkan, apakah mereka membaca pada waktu luang mereka, apakah mereka benar-benar terhanyut (totally absorbed) dalam kegiatan membaca mereka.
Kebiasaan membaca para siswa itu juga dapat disebabkan oleh ketertarikan mereka terhadap materi yang mereka baca. Penelitian PISA menunjukkan bahwa siswa perempuan lebih banyak membaca majalah, komik, buku cerita, dan buku bukan cerita dibandingkan dengan laki-laki. Namun, laki-laki lebih banyak menggunakan e-mail dan membaca koran dibandingkan dengan siswa perempuan. Kecuali untuk kelompok bahan bacaan majalah dan e-mail/web, siswa Indonesia berada di atas rata-rata siswa dari negara-negara OECD.

Dari frekuensi membaca dan ragam bahan bacaan yang dibaca siswa itu, PISA mengelompokkan pembaca itu menjadi empat profil pembaca. Para siswa yang berada di kelompok ke-1 adalah kategori siswa dengan bahan bacaan yang tidak terlalu beragam, hanya membaca surat kabar dan sedikit sekali fiksi atau komik. Kelompok ini memiliki kemampuan membaca yang juga rendah 40 poin skor dibandingkan dengan skor rata-rata. Kelompok ke-2 adalah siswa yang digolongkan membaca agak lebih beragam, yaitu pembaca surat kabar dan majalah. Mereka jarang membaca buku atau komik. Kelompok ke-3 adalah para siswa yang membaca surat kabar, majalah, dan juga buku-buku fiksi dan komik. Siswa dari kelompok ini memiliki tingkat literasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok sebelumnya. Siswa kita dilaporkan berada pada kelompok ini, tetapi tingkat kemampuan membacanya tidak sebaik siswa lain dalam kelompok ini. Kelompok ke-4 adalah pembaca yang baik dan sudah memiliki kebiasaan membaca buku, sehingga tingkat kemampuannya lebih tinggi 40 skor dan berada di atas rata-rata kelompok sebelumnya.
Kebiasaan membaca adalah aspek yang mungkin paling lemah dalam masyarakat kita. Budaya kita lebih condong kepada budaya-dengar daripada budaya-baca. Dengan demikian, secara kualitatif, terdapat perbedaan yang besar antara respons siswa kita terhadap jawaban (setuju atau tidak setuju di atas) jika dibandingkan dengan siswa dari negara-negara maju. Ada kemungkinan jawaban yang diberikan siswa kita lebih merupakan ‘keinginan’ daripada kenyataan.
Hasil studi keterbacaan yang dilaksanakan oleh Tim Pusat Perbukuan tahun 2003-2004 menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting dari suatu buku teks pelajaran untuk sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi dapat dilihat dari penggunaan aspek wacana, paragraf, kalimat, pilihan kata, dan pertanyaan atau latihan-latihan dalam buku teks pelajaran tersebut. Berdasarkan kajian terhadap aspek wacana, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi untuk siswa kelas satu sampai dengan kelas tiga jika disajikan dengan menggunakan wacana narasi, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam disajikan dengan menggunakan wacana deskripsi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek paragraf dari penelitian itu, diketahui bahwa buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi adalah buku pelajaran yang disajikan dengan menggunakan paragraf-paragraf deduktif. Paragraf induktif dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa kelas empat, lima, dan enam jika digunakan dalam wacana narasi.
Berdasarkan kajian terhadap aspek kalimat, maka buku pelajaran sekolah dasar yang memiliki keterbacaan tinggi bagi siswa kelas dua dan tiga adalah jika kalimat-kalimat yang digunakannya berupa kalimat sederhana, sedangkan untuk siswa kelas empat sampai dengan enam dapat menggunakan kalimat luas yang dapat meningkatkan pemahamannya secara lebih baik. Jika wacana yang digunakannya adalah wacana argumentasi, maka kalimat-kalimat sederhana dalam wacana tersebut dapat meningkatkan keterbacaan suatu buku pelajaran.
Berdasarkan kajian terhadap aspek penggunaan kata atau pilihan kata maka buku pelajaran sekolah dasar untuk siswa kelas satu sampai dengan tiga yang memiliki keterbacaan tinggi jika pada buku tersebut digunakan kosakata sederhana, memiliki sukukata sederhana, dan kosakatanya berhubungan dengan konteks social siswa. Penggunaan kosakata dalam buku pelajaran untuk siswa kelas empat sampai dengan enam sebaiknya menghindari penggunaan istilah-istilah khusus, asing atau bermakna konotatif.
Berdasarkan kajian terhadap pertanyaan bacaan atau latihan dalam buku teks pelajaran, diketahui bahwa buku pelajaran untuk sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas tiga sebaiknya menggunakan pertanyaan bacaan berbentuk isian terbatas, rumpang kata, atau melengkapi sebuah kata dalam konteks kalimat. Sementara itu, pertanyaan atau latihan untuk siswa kelas empat sampai dengan kelas enam dapat menggunakan pertanyaan, perintah, atau latihan yang menuntut pengembangan kemampuan berpikir logis dan kemampuan berpikir abstrak.
Dalam kaitan dengan pengukuran keterbacaan suatu bacaan atau buku teks pelajaran untuk sekolah dasar maka dapat dinyatakan bahwa formula SMOG dapat digunakan untuk memprediksi kesesuaian peruntukan suatu bacaan sebelum bacaan tersebut digunakan sebagai bahan ajar kepada para siswa sekolah dasar. Formula ini cukup sederhana dan dapat digunakan untuk mengukur keterbacaan suatu bacaan yang paling sedikit terdiri atas 10 kalimat.
Pengukuran ahli atau guru terhadap keterbacaan suatu bahan bacaan hanya dapat dilakukan jika penilai (assessor) menguasai materi pelajaran yang akan diukur dan menguasai pula aspek-aspek kebahasaan yang digunakan dalam bacaan tersebut. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterbacaan, sebelum digunakan sebagai bahan ajar kepada peserta didik.
Pengukuran keterbacaan berdasarkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan dan pertanyaan bacaan merupakan pengukuran yang realistis. Hasil pengukuran dengan cara ini menghasilkan keterbacaan yang sesuai dengan hasil pengukuran dari formula SMOG dan penilaian ahli. Pengukuran jenis ini dianggap hasil pengukuran yang paling sesuai, karena dilakukan secara langsung kepada siswa sebagai pemakainya. Hasil pengukuran ini dapat digunakan sebagai indikator dari suatu bacaan yang memiliki keterbacaan tinggi. http://suherlicentre.blogspot.com/2008/10/hut-70-tahun-profdryus-rusyana.html

KALENDER